Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kiara: Putusan Nelayan Pulau Pari Bersalah Bertentangan dengan...

image-gnews
Sejumlah warga pulau Pari menggelar aksi di depan pengadilan Negeri, Jakarta, 7 November 2017. Mereka menuntut keadilan untuk 3 nelaya nyang tersangkut kasus sengketa lahan di Pantai Perawan Pulau Pari. Tempo/ Fakhri Hermansyah
Sejumlah warga pulau Pari menggelar aksi di depan pengadilan Negeri, Jakarta, 7 November 2017. Mereka menuntut keadilan untuk 3 nelaya nyang tersangkut kasus sengketa lahan di Pantai Perawan Pulau Pari. Tempo/ Fakhri Hermansyah
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai vonis enam bulan penjara kepada tiga nelayan Pulau Pari adalah bentuk kegagalan pemerintah dalam memastikan perlindungan hak-hak nelayan Indonesia. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutuskan tiga nelayan Pulau Pari bersalah melakukan pemerasan. 

"Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menghasilkan dua catatan merah," ujar Sekjen Kiara Susan Herawati dalam keterangan resmi Kiara yang diterima Tempo, Rabu, 8 November 2017.

Menurut Susan, dua catatan kegagalan pemerintah adalah gagal melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman privatisasi dari investasi dan korporasi. Pemerintah juga dianggap gagal mengakui dan melindungi hak-hak nelayan mengelola wilayah pesisir dan pulau kecil.

Baca: Tiga Nelayan Pulau Pari Diputus Bersalah Lakukan Pemerasan

Pada sidang putusan Selasa lalu, ketiga terdakwa yakni Mustaghfirin alias Boby, Mastono alias Baok, dan Bachrudin alias Edo dijerat dengan Pasal 368 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pemerasan. Hakim Ketua Agusti mengatakan pungutan kepada pengunjung Pantai Perawan yang dilakukan terdakwa merupakan bentuk pemerasan karena tidak sesuai dengan retribusi atau pajak yang ditetapkan pemerintah daerah setempat.

Menurut Susan, putusan majelis hakim tersebut bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Susan mengatakan dalam pasal tersebut, masyarakat pesisir memiliki hak untuk mengelola dan mendapatkan manfaat dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. "Warga Pulau Pari telah berpuluh-puluh tahun menetap, membuka wisata dan mengelola secara mandiri," ujarnya.

Terlebih, menurut Susan, uang hasil dari pungutan kepada wisatawan digunakan masyarakat setempat untuk membangun sarana dan prasarana Pantai Perawan. Sisanya, untuk membayar petugas kebersihan, membangun mushola dan membantu anak yatim. "Pengelolaan ini dilakukan mandiri tanpa keterlibatan pemerintah," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Baca: Nelayan Pulau Pari Serahkan Bukti Kepemilikan Tanah ke Ombudsman

Susan melanjutkan, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilakukan oleh masyrakat diakui dalam Pasal 4 huruf C dan D UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. "Dengan tujuan tercapai keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan dan meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan budaya," ujarnya.

Bahkan, pemerintah dituntut untuk mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional dan kearifan lokal dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan sesuai dengan Pasal 61 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hal tersebut juga di dukung dengan Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 yang memberikan pengakuan hak bagi nelayan untuk berdaulat atas wilayah sendiri.

"Mandat dari putusan MK adalah Negara harus menjamin terpenuhinya 4 hak konstitusional nelayan Indonesia salah satunya hak untuk mengelola pesisir dan pulau-pulau kecil," kata Susan.

Atas putusan tiga nelayan Pulau Pari tersebut, Susan mengatakan Kiara mendesak dua hal. Pertama, pemerintah didesak untuk segera melakukan review terhadap proyek-proyek strategis nasional yang merampas hak-hak kontitusional nelayan. Kedua, memastikan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat pesisir dengan implemetasi UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU No 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam melalui penyusunan panduan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

"Ini ditujukan kepada seluruh aparat pemerintahan dan aparat penegak hukum," ujarnya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kasus Pemerasan oleh Ormas Terhadap Pengusaha Hiburan Malam di Bekasi, Polisi Tetapkan 2 Tersangka

14 hari lalu

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi pada saat Konferensi Pers di Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, Senin, 25 Maret 2024. Ditresnarkoba Polda Metro Jaya bekerjasama dengan Bea dan Cukai telah berhasil melakukan pengungkapan dan penangkapan terhadap pelaku kasus peredaran gelap narkotika jenis kokain cair, serbuk MDMA dan narkotika jenis sabu jaringan internasional. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Kasus Pemerasan oleh Ormas Terhadap Pengusaha Hiburan Malam di Bekasi, Polisi Tetapkan 2 Tersangka

Dari kelima pelaku pemerasan pengusaha hiburan malam di Kabupaten Bekasi, polisi menetapkan YM dan M sebagai tersangka.


Dewas KPK Ungkap Isi Nota Dinas ke Deputi Pencegahan soal Dugaan Pemerasan Jaksa TI

15 hari lalu

Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris usai melaksanakan sidang etik 93 Pegawai KPK dengan dugaan pungli di Rutan KPK, di Gedung C1 KPK, Jumat, 19 Januari 2024. TEMPO/Bagus Pribadi
Dewas KPK Ungkap Isi Nota Dinas ke Deputi Pencegahan soal Dugaan Pemerasan Jaksa TI

Dewas KPK mengungkapkan isi nota dinas tentang dugaan pemerasan Jaksa TI terhadap saksi senilai Rp 3 miliar.


Soal Tak Dilakukan Sidang Etik Kasus Pemerasan oleh Jaksa, Dewas KPK Bilang Begini

16 hari lalu

Anggota majelis Albertina Ho, menggelar sidang pembacaan surat putusan pelanggaran etik tanpa dihadiri tiga terperiksa pegawai Rutan KPK dari unsur Kemenkumham, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024. Majelis sidang etik Dewas KPK, menjatuhkan sanksi berat kepada tiga terperiksa eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK, Ristanta, eks Koordinator Kamtib Rutan, Sopian Hadi dan Kepala Rutan KPK nonaktif, Achmad Fauzi. TEMPO/Imam Sukamto
Soal Tak Dilakukan Sidang Etik Kasus Pemerasan oleh Jaksa, Dewas KPK Bilang Begini

Dewas KPK menjawab alasan tak melakukan sidang etik dalam kasus dugaan pemerasan Jaksa TI terhadap saksi senilai Rp 3 miliar


Praperadilan Soal Firli Bahuri Belum Ditahan, Polda Metro Jaya Pertanyakan Kapasitas Saksi Ahli dari MAKI

16 hari lalu

Mantan Ketua KPK Firli Bahuri tiba di Gedung Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan lanjut kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Jumat 19 Januari 2024. ANTARA/Laily Rahmawaty)
Praperadilan Soal Firli Bahuri Belum Ditahan, Polda Metro Jaya Pertanyakan Kapasitas Saksi Ahli dari MAKI

MAKI mendaftarkan gugatan praperadilan karena Eks Ketua KPK Firli Bahuri belum juga ditahan oleh penyidik Krimsus Polda Metro Jaya.


Dugaan Pemerasan Jaksa KPK, Alexander Marwata: Tidak Langsung Rp 3 Miliar, Tapi Kecil-kecil Selama 3 Tahun

17 hari lalu

Dua Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron dan Alexander Marwata (kiri), memberikan keterangan kepada awak media, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024. KPK mengungkapkan telah menaikan status penyelidikan ke tingkat penyidikan dugaan penyimpangan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas penyaluran kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). TEMPO/Imam Sukamto
Dugaan Pemerasan Jaksa KPK, Alexander Marwata: Tidak Langsung Rp 3 Miliar, Tapi Kecil-kecil Selama 3 Tahun

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan tidak tahu persis dalam kasus apa dugaan pemerasan itu dilakukan oleh jaksa KPK.


KPK Masih Klarifikasi LHKPN Jaksa yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

17 hari lalu

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata bersama Sekjen KPK, Cahya Hardianto Harefa (kiri), memberikan keterangan kepada awak media, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 23 November 2023. Ketua KPK Firli Bahuri, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, dalam tindak pidana pemerasan terhadap Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Masih Klarifikasi LHKPN Jaksa yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Wakil Ketua KPK mengatakan, belum ada pihak yang mengaku memberikan uang ke jaksa yang diduga melakukan pemerasan itu.


Jaksa KPK yang Diduga Memeras Saksi Rp 3 Miliar Telah Dikembalikan ke Kejaksaan Agung

17 hari lalu

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata memberikan keterangan kepada awak media, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 23 November 2023. Alexander Marwata, menyatakan Ketua KPK Firli Bahuri, akan diberhentikan sementara pasca ditetapkan sebagai tersangka. TEMPO/Imam Sukamto
Jaksa KPK yang Diduga Memeras Saksi Rp 3 Miliar Telah Dikembalikan ke Kejaksaan Agung

KPK akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk memeriksa jaksa berinisial TI yang diduga memeras seorang saksi Rp 3 miliar.


Bos Perusahaan Pakaian Dalam Dipanggil KPK Jadi Saksi Kasus SYL, Ini Keterlibatan Hanan Supangkat

17 hari lalu

Hanan Supangkat. Swa.co.id
Bos Perusahaan Pakaian Dalam Dipanggil KPK Jadi Saksi Kasus SYL, Ini Keterlibatan Hanan Supangkat

Bos perusahaan pakaian dalam Hanan Supangkat dipanggil tim penyidik KPK untuk menjadi saksi perkara dugaan korupsi SYL di Kementan. Apa perannya:?


Kapolres Metro Tangerang Minta Masyarakat Laporkan Ormas yang Paksa Minta THR Lebaran

18 hari lalu

Ilustrasi Uang THR. Shutterstock
Kapolres Metro Tangerang Minta Masyarakat Laporkan Ormas yang Paksa Minta THR Lebaran

Kapolres Metro Tangerang Kota mengatakan, sejumlah oknum ormas atau kelompok tertentu kerap meminta THR kepada para pelaku usaha menjelang Lebaran.


Anggota Ormas Minta THR Lebaran, Polisi: Laporkan

18 hari lalu

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi pada saat Konferensi Pers di Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, Senin, 25 Maret 2024. Ditresnarkoba Polda Metro Jaya bekerjasama dengan Bea dan Cukai telah berhasil melakukan pengungkapan dan penangkapan terhadap pelaku kasus peredaran gelap narkotika jenis kokain cair, serbuk MDMA dan narkotika jenis sabu jaringan internasional. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Anggota Ormas Minta THR Lebaran, Polisi: Laporkan

Polda Metro Jaya mengimbau warga segera melapor jika ada organisasi kemasyarakatan (ormas) yang memaksa meminta Tunjangan Hari Raya (THR).