TEMPO.CO, Jakarta - Polisi baru berencana mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan korupsi dalam perizinan proyek Reklamasi Teluk Jakarta ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meski penyidikan sudah sekitar sepekan dilakukan.
Kepala Subdirektorat Sumber Daya Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Sutarmo mengatakan, SPDP akan dikirim ke Kejaksaan pada pekan ini. "(SPDP) Belum (dikirim), mungkin minggu ini segera dikirim," katanya di kantor Polda Metro Jaya pada Rabu, 8 November 2017.
Lalu, mengapa polisi baru akan mengirimkan SPDP pada pekan ini?
Sutarmo menjelaskan, polisi menelisik perizinan dan pengelolaan reklamasi Teluk Jakarta sejak 14 September 2017 karena diduga terjadi penyelewengan dana dalam penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) proyek reklamasi Pulau C dan D. Penyelidikan dimulai sejak Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan akan mencabut sanksi penghentian sementara (moratorium) reklamasi.
Menurut dia, atas dugaan korupsi tersebut tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi kepada pengembang atau pemerintah yang terbukti menyalahgunakan wewenangnya dalam penetapan NJOP proyek reklamasi itu.
Polisi telah memeriksa lebih dari 30 saksi, antara lain dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), beberapa staf kementerian terkait, serta nelayan. Penyidik juga memeriksa pejabat dari Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta serta Kantor Jasa Penilai Publik.
Sutarmo menuturkan, pengusutan reklamasi Teluk Jakarta baru dinaikkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan pada Jumat, 3 November 2017. Sedangkan, batas akhir pengiriman SPDP kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta adalah tujuh hari setelah penetapan penyidikan.
Itu sebabnya, polisi merasa belum terlambat mengirimkan SPDP kasus Reklamasi Teluk Jakarta pada pekan ini. "Baru hari Jumat kemarin (ditingkatkan ke penyidikan), ya belum (melebihi batas akhir," ujar Sutarmo.