INFO METRO - Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Sri Hartoyo mengatakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bekerja sama dengan Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), untuk mengaudit kinerja manajemen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) pada 2016.
“Data hasil audit tersebut mencatat dari jumlah 374 PDAM, sebanyak 55,3 persennya atau sekitar 208 PDAM termasuk kategori sehat, 104 PDAM atau sekitar 27,7 persen dikategorikan kurang sehat, dan sisanya 64 PDAM dalam kondisi sakit,” ujarnya pada acara konferensi Infrawater Indonesia 2017, yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), 10 November lalu.
Baca Juga:
Sedangkan untuk mencapai akses 100 persen air minum dibutuhkan dana sebesar Rp 254 triliun, 20 persen dapat didanai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan 80 persen sisanya dari pendanaan berbagai pihak. “Swasta dapat berperan dalam proyek Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM), misalnya dengan pembangunan instalasi pengolahan air,“ katanya.
Sri mencontohkan SPAM Umbulan di Kabupaten Pasuruan, sebagai wujud peran swasta dalam proses konstruksi melalui mekanisme kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). BPPSPAM mendorong PDAM untuk mencari solusi pendanaan kreatif dengan mengajak pihak swasta, lembaga pendanaan, maupun kontraktor untuk bekerja sama.
Presiden Direktur PALYJA Alan J. Thompson menyambut baik mekanisme KPBU ini. Menurut Alan, public private partnership ini adalah pendekatan modern yang menempatkan peran aktif pemerintah daerah dalam memberikan dukungan perizinan dan mengelola jaringan distribusi. “Sedangkan dari pihak swasta berperan dalam memberikan bantuan teknis dalam pembangunan unit produksi, pipa transmisi, pendanaan proyek, pengembalian fasilitas ke pemerintah daerah setelah masa konsesi 25 tahun,” ucapnya.
Baca Juga:
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Perusahaan Air Minum (PAM Jaya) mengajukan rencana restrukturisasi kontrak konsesi dengan dua operator, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dilakukan pada 25 September lalu. Kontrak kerja sama dua operator selama 25 tahun akan berakhir pada 2023. Lima tahun menjelang berakhirnya kontrak kerja tersebut, PAM Jaya akan secara bertahap mengelola sendiri pelayanan air bersih di Jakarta
Restrukturisasi kontrak tersebut tidak terlepas dari dibatalkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi pada Februari lalu karena pihak swasta dinilai tidak boleh menguasai air. Pengaturan sumber daya air dan sistem penyediaan air minum dapat mengacu pada PP Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
Lebih lanjut Alan menjelaskan, output dari nota kesepahaman itu adalah kerangka kerja bersama, untuk mendiskusikan peran masing-masing pihak dengan segala konsekuensinya. “Proses diskusi akan berjalan selama enam bulan sejak penanda tanganan MoU sampai 25 Maret 2018. Mekanisme detail restrukturisasi akan dibicarakan masing-masing pihak, tanpa mengesampingkan pelayanan kepada masyarakat Jakarta atas akses air bersih,” tuturnya.
Dalam kurun lima tahun ke depan, PALYJA berencana menambah kapasitas produksinya sampai dengan dua juta meter kubik untuk menyediakan kebutuhan air bersih di wilayah barat Jakarta. Pencapaian utama pada 2016, antara lain pelayanan air bersih untuk wilayah barat DKI Jakarta mencapai total jaringan lebih dari 5.400 kilometer dengan total 405 ribu sambungan, 162 juta meter kubik volume air terjual, dan 72 persen masyarakat dapat mengakses air bersih. (*)