Sandyawan mengatakan konsep yang ia tawarkan kepada Anies adalah kampung susun manusiawi Bukit Duri berbasis koperasi warga berdaya. Adapun prosesnya, Sandyawan mengatakan akan dilakukan secara bertahap.
"Jadi ini tentu saja kami harus mengatur kesepakatan dari segi legalitas. Lalu perencanaannya kampung itu sendiri," ujar Sandyawan di Balai Kota Jakarta, Selasa, 21 November 2017.
Pada pertemuan awal ini, Sandyawan mengatakan legalitas kepemilikan lahan menjadi hal yang pertama dibahas. Setelah itu, mereka juga membahas perencanaan perubahan konsep, serta pembangunan untuk shelter atau tempat penampungan sementara bagi warga Bukit Duri yang kehilangan rumahnya.
Baca: Anies Baswedan Naikkan Honor Tim Gubernur 14 Kali Lipat
Meski begitu, Sandyawan mengatakan belum ada keputusan di mana lokasi shelter itu dibangun. Hingga saat ini, kata Sandyawan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta masih mencari lokasi dan lahan yang bisa dijadikan tempat penampungan sementara tersebut.
Adapun kampung susun yang ditawarkan oleh warga Bukit Duri adalah rumah susun sederhana milik (rusunami) dengan ruang ekonomi, sosial, dan ekologi yang sudah komprehensif. Ruang tersebut merupakan milik warga setempat dengan basis koperasi yang mana anggotanya merupakan pemilik saham.
"Jadi seluruhnya ada kesetaraan. Tadi semangat kerjasamanya suasananya sangat baik ya kami sangat senang," ujar Sandyawan.
Dalam gugatan class action yang dimenangkan warga Bukit Duri, Pemprov DKI Jakarta beserta Kementerian PUPR dan BPN dituntut membayar kerugian masing-masing sebesar Rp 200 juta kepada 93 warga Bukit Duri yang menggugat. Nominal tersebut berbeda dengan ganti rugi yang dituntut warga Bukit Duri korban penggusuran dan kuasa hukum mereka yang totalnya sebesar Rp 1,78 triliun. "Nah itu sebagai modal warga untuk masalah pembebasan tanah itu tanggung jawab dari Pemprov DKI, begitu," kata Sandyawan.