Jakarta -Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno akan memperjelas kelanjutan nasib pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras yang terbengkalai sejak dua tahun lalu.
Saat ini pemerintah DKI masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang kemudian akan segera ditindaklanjuti. Pada akhir 2014, Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) menjual lahan rumah sakit itu ke pemerintah DKI Jakarta.
"Ada dua hal yang bisa dilakukan, meminta pihak YKSW untuk mengembilkan uang kelebihan sebesar Rp 191 miliar atau membatalkan pembeliannya," kata Sandiaga Uno di Balai Kota DKI Jakarta, pada Selasa 28 November 2017.
Ia mengatakan, pembangunan rumah sakit kanker pertama di DKI itu baru akan dapat dilanjutkan lagi jika posisi hukum lahan tersebut sudah jelas.
"Jadi harus jelas dulu soal akuntansi dan legalnya," kata dia.
Hingga saat ini, kata dia, pihaknya terus melakukan audit terkait target Pemprov DKI mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP dari BPK.
"Saya harap ini bisa cepat diselesaikan sesuai dengan road to WTP itu," kata dia.
Sebelumnya, mantan gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, upaya penyelesaian temuan BPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras sudah dia bicarakan dengan BPK.
Djarot mengatakan, pihaknya telah mengirim surat kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras untuk mengembalikan kerugian uang negara itu. Meski demikian, saat itu, Djarot memastikan bahwa pembangunan tetap bisa dilakukan.
Djarot menyebut tidak ada masalah apapun terkait lahan RS Sumber Waras. Djarot tidak ingin menelantarkan lahan yang sudah dibeli oleh Pemerintah Provinsi DKI.
Kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras mulai mencuat saat hasil audit BPK Jakarta atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014. Dalam audit itu BPK Jakarta menilai bahwa prosedur pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras menyalahi aturan.
Menurut BPK Jakarta, harga lahan RS Sumber Waras seluas 36.410 meter persegi yang dibeli Pemerintah DKI Jakarta jauh lebih mahal dari harga nilai jual obyek pajak sehingga merugikan keuangan daerah sebesar Rp 191,33 miliar.