TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang putusan kasus gugatan Dwi Ariyani terhadap maskapai Etihad Airways, Senin, 4 Desember 2017. Dwi menggugat Etihad setahun lalu lantaran maskapai itu menolaknya saat akan terbang ke Jenewa, Swiss. Alasannya, Dwi menggunakan kursi roda tanpa pendampingan dan dianggap membahayakan penerbangan.
Kuasa hukum Dwi, Ikhwan Fahrojih, berharap hakim memahami duduk perkara ini dengan baik, benar, dan tepat, sehingga dapat menjatuhkan putusan secara adil serta tidak diskriminatif bagi penyandang disabilitas.
"Harapan kami putusan ini akan menjadi preseden baik bagi perlindungan hak-hak disabilitas, khususnya hak bermobilitas secara mandiri bagi penyandang disabilitas." kata nya kepada Tempo.
Letak pentingnya putusan ini, kata dia, bukan sekadar masalah Dwi semata, melainkan juga perlindungan hak-hak disabilitas secara umum di Indonesia. Termasuk dijamin tidaknya hak-hak difabel dalam memanfaatkan moda transportasi, khususnya udara. "Putusan ini bukan hanya ditunggu Bu Dwi, melainkan juga penyandang difabel di Indonesia."
Pada 3 April 2016, Etihad Airways menurunkan Dwi, penyandang disabilitas, yang hendak bepergian seorang diri ke Jenewa untuk mengikuti kegiatan training menggunakan kursi roda. Alasannya, Dwi dinilai tidak dapat menyelamatkan diri dan pergi seorang diri tanpa pendamping.
Padahal, kata Ikhwan, selama ini, Dwi sudah melakukan perjalanan seorang diri untuk mengikuti konferensi atau training ke luar negeri dan tidak pernah ada masalah. "Di antaranya perjalanan itu adalah ke Jenewa seorang diri," tuturnya.
Kasus ini telah dibawa ke pengadilan serta telah ada kesaksian dari ahli terkait dengan kasus ini. "Apa yang sudah dilakukan Etihad Airways adalah sebuah bentuk perlakuan diskriminatif dilihat dari sisi hak asasi manusia dan peraturan yang ada di negara Indonesia."
Setelah hampir satu tahun berproses di pengadilan dan sempat mengalami penundaan oleh majelis hakim, agenda keputusan kasus Etihad Airways akan digelar hari ini.