Jakarta – Kimyati yang berusia 75 tahun berbaring beralas matras di aula Panti Sosial Bina Insan (PSBI), Kedoya, Jakarta Barat. “Suami saya kembali ke Medan. Katanya mau pulang, tetapi ternyata tidak balik-balik lagi sampai sekarang,” kata Kimyati kepada Tempo pada Jumat, 8 Desember 2017.
Dia mengaku tidak memiliki anak dari pernikahan tersebut. Menurutnya, suaminya telah meninggal, namun dia tidak ingat kapan dan dimana jenazahnya dikubur. Nenek berusia 75 tahun ini lebih banyak menjawab lupa ketika ditanyakan masa lalunya.
Dua hari sebelumnya Kimyati dibawa petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Barat ke PSBI Kedoya. Karena ruang kamar belum tersedia, Kimyati sementara tidur di aula berukuran 20 x 20 meter bersama dengan Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Walhasil di aula itu cukup ramai. Kadang-kadang terdengar suara penghuni panti yang menjerit atau berteriak-teriak. Termasuk Kimyati yang berteriak ke petugas meminta celana dalamnya diganti karena dia buang air kecil di atas matras. Ia menolak mengenakan popok untuk lansia.
Kimyati yang rambutnya memutih memang sulit berdiri tegak. Dia harus menyeret badannya untuk berpindah tempat. Sebelumnya Kimyati tinggal di rumah kos di daerah Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Tempo menuju rumah kos Kimyati di RT 13, RW 12, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Kapuk. Rupanya, Lim Em Wing atau biasa dipanggil Eming yang mengontrak kamar itu untuk kakaknya. Eming, 67 tahun, adalah adik laki-laki Kimyati. Kedua bersaudara ini keturunan Tionghoa dan lahir di daerah Kota, Jakarta Utara.
Eming yang bekerja di sebuah toko di Jakarta Utara mengatakan selama setahun ini mengurusi Kimyati. Sebelumnya, selama 40 tahun, mereka berpisah.
“Dalam kurun waktu itu dia hanya dua tahun sekali saja main ke sini. Kemudian pergi lagi entah ke mana. Dia seperti petualang,” kata Eming.
Dia mendengar kakaknya itu tinggal dengan sahabat karibnya sejak muda di Yogyakarta. Sahabatnya tersebut sudah bersuami dan memiliki anak berumur 22 tahun.
Sang sahabat wafat beberapa tahun lalu dan Kimyati memutuskan kembali ke Jakarta. Mereka menelpon Eming agar menjemput Kimyati di Stasiun Pasar Senen.
“Jadi katanya dia diantar anak temannya ke Stasiun di Yogyakarta. Terus kami jemput si Kim (Kimyati) di Stasiun Senen,” kata Eming.
Menurut Eming, Kimyati belum pernah menikah dengan lelaki manapun. Sesampainya di Jakarta, Eming menyewakan kamar kos dekat rumahnya, untuk Kimyati. Setiap bulan dia mengeluarkan uang Rp 1,1 juta untuk kakaknya membayar kamar kos sebesar Rp 900.000 dan sisanya untuk makan.
Eming sengaja menyewa kamar kos berukuran 2 x 2 meter karena rumah pribadinya sempit, hanya cukup untuk istri dan seorang anaknya yang masih sekolah.
Setahun menyewakan tempat, Eming tidak sanggup mengurusi kakaknya dari segi tenaga maupun biaya.
“Saya kasian dengan dia. Tapi saya juga baru ingat, saya ini orang susah. Dia mau tinggal di mana, rumah saya sudah sempit sekali,” katanya.
Eming kemudian melaporkan kondisi kakaknya kepada Ketua RT 13. Mereka kemudian mengunjungi PSBI Cengkareng untuk memohon agar kakaknya dibawa ke panti.
Menurut Eming, cara tersebut adalah jalan satu-satunya yang terbaik bagi keluarganya dan Kimyati.
“Saya berharap Kimyati betah di tempat yang baru dan tidak kembali ke sini. Kasihan tidak ada yang mengurus,” kata Eming dengan mata memerah menahan kesedihan.
Ghina Syawala, perawat di PSBI Kedoya menjelaskan Kimyati cukup mudah diurus dan makannya banyak. “Selama dua hari ini dia tidur saja. Paling duduk, diam. Tetapi dia orangnya tidak suka ditanya-tanya,” kata Ghina.
Ketika ditanya Tempo, Kimyati yang beberapa giginya sudah tanggal itu, tidak banyak bercerita. Perempuan yang tulang tangannya kelihatan itu mengeluh sakit pinggul karena pernah terjatuh di kamar mandi di rumah kos.
Ia selalu mengeluh pusing ketika ditanya tentang masa lalunya. Dirinya enggan berpikir keras karena nanti kepalanya akan sakit.
Jumat siang, 8 Desember 2017, petugas PSBI Kedoya Dinas Sosial datang menjemput Kimyati untuk dibawa ke PSBI Cengkareng, Jakarta Barat. Lokasi barunya itu nantinya akan menjadi tempat transit bagi Kimyati sebelum akhirnya dipindahkan lagi ke panti jompo untuk menetap di sana.
“Nanti nengok nenek ya di sana. Umur kan siapa yang tahu. Saya orangnya suka menanti-nanti loh,” kata Kimyati kepada Tempo.