TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Aksi Bela Palestina telah melakukan sejumlah persiapan menjelang aksi unjuk rasa yang digelar di Monumen Nasional atau Monas besok, Ahad, 17 Desember 2017. Panitia yang terdiri atas sejumlah lembaga dan organisasi kemasyarakatan Islam, seperti Majelis Ulama Islam, Front Pembela Islam, dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI menyatakan siap menggelar aksi solidaritas tersebut.
"Sudah kami persiapkan," kata Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu, 16 Desember 2017. Menurut Bachtiar, panitia telah mengantongi perizinan tempat digelarnya aksi tersebut, yakni Monumen Nasional dan Masjid Istiqlal, dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Soal pengamanan, aksi itu juga akan dibantu pengamanannya oleh Kepolisian RI dan Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Sejumlah organisasi kemasyarakatan serta lembaga swadaya masyarakat pro-Palestina peserta aksi ini juga telah mengirimkan tim medis dan ambulans untuk berjaga-jaga. Bachtiar menyebutkan, masing-masing tim medis telah menyiapkan rumah sakit rujukan untuk peserta yang sakit. "Tim medis spesialis juga datang dari beberapa kota dan nantinya akan berada di sekitar peserta unjuk rasa," ucap Bachtiar.
Untuk orasi, Bachtiar menuturkan, tim audio juga telah menyiapkan beberapa lokasi untuk pengeras suara, sehingga terdengar oleh seluruh peserta aksi. "Imbauan untuk tidak usah memaksakan masuk ke tempat yang tepat karena titik-titik sound system disiapkan di tempat yang strategis," kata Bachtiar.
MUI akan memimpin aksi bela Palestina di Monas, Ahad, 17 Desember. Aksi ini digadang akan diikuti oleh sekitar 2 juta peserta dari 70 lebih ormas Islam di seluruh Indonesia.
Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin mengatakan aksi bela Palestina digelar di Monas sebagai bentuk penolakan atas kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, serta memindahkan kantor Kedutaan Besar Amerika di Tel Aviv ke Yerusalem.
MUI menolak kebijakan tersebut karena Indonesia menentang segala bentuk penjajahan. Menurut Ma'ruf, kebijakan Amerika itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.