TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri telah mengevaluasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI 2018 yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hasil evaluasi tersebut telah diberikan kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. "Untuk DKI hari ini sudah maju ke menteri, sudah melalui Sekretaris Jenderal," kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Syarifuddin, saat dihubungi, Kamis, 21 Desember 2017.
Dari evaluasi tersebut, kata Syarifuddin, ada sejumlah kebijakan yang perlu dikoreksi. Salah satunya adalah mengenai tim gubernur untuk percepatan pembangunan (TGUPP). Bukan anggaran yang dipersoalkan tetapi jumlah anggota tim yang dinilai terlalu banyak.
Meski tak secara khusus menyebutkan jumlah anggota tim, Syarifuddin mengatakan bahwa kementerian meminta agar rencana menambah anggota TGUPP hingga 74 orang harus ada kajian lebih lanjut untuk merasionalkan sesuai kebutuhan sesungguhnya. "Jangan berlebihan," ujarnya.
Menurut Syarifuddin, jika jumlah itu tetap ingin dipertahankan, sebaiknya penganggaran TGUPP diajukan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah terkait. Misalnya, ahli tata kota bisa dianggarkan melalui Dinas Tata Kota. "Jadi masuk dalam program kegiatan," katanya.
Opsi lain, kata Syarifuddin, jika 74 anggota tersebut masih berada dalam satu tim, sebaiknya honor mereka menggunakan belanja penunjang operasional kepala daerah. Sehingga, anggaran honor mereka tidak membebani APBD secara khusus.
Hasil evaluasi tersebut, kata Syarifuddin, hanya tinggal menunggu keluarnya surat keputusan menteri. Ia menuturkan, ada kemungkinan SK keluar pada Jumat, 22 Desember 2017. "Kalau belum jadi keputusan kan nanti bisa saja berubah," kata dia.
Anies sebelumnya menganggarkan honorarium untuk 73 anggota TGUPP sebesar Rp 28 miliar. Nilainya melonjak dari rencana anggaran sebelumnya sebesar Rp 2 miliar. Kenaikan itu terungkap dalam rapat pembahasan RAPBD 2018.
Anies Baswedan beralasan bahwa setiap orang yang bekerja untuk membantu gubernur menyusun kebijakan harus dibiayai pemerintah daerah. "Justru kalau dibiayai swasta, maka potensi ada konflik kepentingan menjadi tinggi. Karena itu sekarang kami buat transparan," kata Anies pada 21 November 2017.