TEMPO.CO, Jakarta - Bangunan rumah dua lantai berarsitektur Cina dengan atap pelana berdinding tembok model Ngang Shan ambruk pada Kamis, 21 Desember 2017. Bangunan yang diyakini berumur 200 tahun itu terletak di lingkungan SMP Negeri 32, Jalan Pejagalan, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.
Lurah Pekojan Tri Prasetyo Utomo mengatakan, pada September lalu, dirinya sempat memasuki bagian dalam bangunan tua tersebut. Menurut Tri, lantai dasar bangunan itu masih terlihat kokoh. “Pihak sekolah masih menggunakan lantai dasar bangunan sebagai ruang serbaguna, seperti salat, ruang Pramuka, dan kegiatan sekolah lain.
Namun, saat naik ke lantai dua, Tri mengatakan, kondisi bangunan sudah rusak berat. Dinding retak di banyak tempat. Plafon banyak yang bolong dan kayu penyangga atap sudah rapuh. "Lantai dua memang enggak dipakai pihak sekolah lagi," kata Tri di SMPN 32, Kamis malam.
Tiga hari lalu, sebelum bangunan ambruk, tim dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta meninjau kondisi bangunan tersebut. Menyaksikan bangunan yang sudah rapuh, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengimbau agar tempat tersebut dikosongkan.
Namun, kata Tri, sepertinya sekolah tidak menggubris imbauan Dinas. Pada Kamis, pukul 08.00, sekolah menggelar peringatan Maulid Nabi di rumah tua itu.
Seusai acara, sebagian besar pegawai dan siswa meninggalkan bangunan tersebut. Beberapa saat kemudian, pukul 12.40, atap bangunan rumah itu roboh. Lantai dua bangunan ikut ambrol ke lantai dasar.
Nahas, saat bangunan itu roboh, tiga orang pegawai sekolah masih berada di dalam bangunan tersebut. Ketiganya adalah seorang guru perempuan bernama Siva serta dua orang petugas Tata Usaha bernama Endang Suryana dan Heru.
Siva mengalami luka di bagian kepala dan Endang terluka di kaki akibat terimpit reruntuhan bangunan. Keduanya langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Sedangkan Heru hanya mengalami syok akibat kejadian itu.
Kepala Kepolisian Sektor Tambora Komisaris Slamet Riyadi menuturkan masih menyelidiki penyebab bangunan tersebut ambruk. Dia mengatakan bangunan itu tiba-tiba saja ambruk. "Bukan karena hujan atau angin, tiba-tiba saja ambruk," ucapnya.
Slamet mengatakan saat ini polisi masih melakukan penyelidikan mengenai robohnya bangunan tersebut. Dia menduga bangunan itu roboh karena dimakan usia. "Soalnya ini bangunan memang sudah tua dan bersejarah."
Kepala Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Norviadi S. Husodo menyebut rumah tua di SMPN 32 itu memang peninggalan sejarah dan berstatus cagar budaya. Dia mengatakan rumah yang dibangun pada abad ke-19 itu dulunya rumah seorang pengusaha keturunan Tionghoa.
Pada 1960, tutur Norviadi, bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi sebuah sekolah warga keturunan Cina. "Lalu dalam prosesnya bangunan tersebut menjadi SMPN 32," ujarnya.
Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi mengatakan bangunan tersebut dibangun pada 1816. Sedangkan bangunan sekolah yang ada di sekelilingnya merupakan bekas hotel yang dibangun pada 1920. "Yang roboh itu termasuk cagar budaya. Tapi kalau sekolahnya bukan," kata Anas.
Pihak SMPN 32 mengklaim sudah lama meminta pemerintah merenovasi rumah tua yang roboh pada Kamis siang tersebut. Namun pihak sekolah menilai pemerintah lamban merespons permintaan itu.
Wakil Kepala SMPN 32 Silaban mengatakan sepuluh tahun yang lalu dia sudah meminta pemerintah merenovasi gedung itu. "Kami selalu bilang kepada dinas terkait supaya diambil tindakan agar jangan sampai memakan korban," ujarnya.
Tri membenarkan pernyataan Silaban. Menurut Tri, selama 2,5 tahun ia menjabat sebagai lurah, sudah tiga kali pihak sekolah mengirim surat kepada Dinas Pendidikan untuk merenovasi bangunan itu. "Ya, saya ingat surat itu dikirim oleh beberapa kepala sekolah yang berbeda."
Menanggapi hal itu, Norviadi menuturkan pemerintah sebenarnya sudah berencana merenovasi bangunan tersebut. Namun rencana itu masih dalam tahap pembahasan.
Norviadi menyebut masih ada problem birokrasi untuk merenovasi cagar budaya yang termasuk lingkungan Kota Tua Jakarta itu. Dia mengatakan, meski berstatus cagar budaya, bangunan tersebut sebenarnya milik Dinas Pendidikan DKI.
Namun, karena status bangunan itu cagar budaya, renovasi bangunan harus dengan persetujuan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Saat ini, menurut Norviadi, pembahasan di antara kedua instansi itu masih berlangsung. "Rencananya tahun depan mulai direnovasi," tuturnya.
Norviadi mengatakan sebenarnya kemarin Dinas Pariwisata telah meninjau kondisi bangunan tersebut. Saat kunjungan, Dinas Pariwisata mengimbau pihak sekolah mengosongkan bangunan.
Namun Silaban menganggap imbauan itu kurang keras. "Seharusnya mereka langsung kasih tanda peringatan, bahwa gedung SMPN 32 mau roboh. Kalau perlu, diberi pagar biar anak-anak enggak bisa masuk," katanya.