TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno meyakini penataan pedagang kaki lima (PKL) dan rekayasa lalu lintas di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, sudah sesuai dengan aturan.
"Kami yakin bahwa rekayasa yang kami lakukan memiliki dasar hukum, dan kami akan pantau terus," katanya di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu, 24 Desember 2017.
Sandiaga mengatakan kebijakan yang dilakukannya bersama Gubernur Anies Baswedan sudah berbasis data dan hukum. Sebab, saat masih memproses konsepnya, ia terus memantau pergerakan manusia di kawasan itu melalui Jakarta Smart City.
Baca juga: Penataan Tanah Abang, Sandiaga Uno: Tidak Ada Penutupan Jalan
Untuk ke depan, Sandiaga berencana memasang kamera closed circuit television (CCTV) di sepanjang Jalan Jatibaru Raya, yang ditempati para pedagang kaki lima.
"Nanti setiap minggu, Jakarta Smart City akan mempresentasikan heat map setiap pergerakan. Dan kita sebetulnya mau pasang CCTV untuk melihat perilaku masyarakat begitu kebijakan disampaikan," ujarnya.
Menurut Sandi, kebijakan penataan kawasan Tanah Abang harus berdasarkan temuan di lapangan, data, dan fleksibel untuk melihat efektivitasnya. "Jadi mohon bersabar," ucapnya.
Pernyataan Sandi itu mengomentari pendapat Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik, yang hanya melihat satu sisi saja, yakni aspek hukum.
Agus mengkritisi kebijakan penataan kawasan Tanah Abang oleh Anies-Sandi, yang menempatkan pedagang kaki lima di jalan raya.
Menurut Agus hal itu menyalahi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Ngawur itu kebijakan. Kalau mau jualan, ya, di pasar. Jualan, kok, di jalanan,” katanya saat dihubungi pada Sabtu, 23 Desember 2017.
Pasal 28 ayat 1 undang-undang tersebut menyatakan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan. Kemudian pada ayat 2 dinyatakan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.
Agus meminta pemerintah DKI mengkaji ulang kebijakan tersebut. Sebab, langkah gubernur itu hanya menguntungkan pedagang, sementara masyarakat pengguna jalan justru dirugikan.
Dari pantauan Tempo di lapangan, Jalan Jatibaru di depan Stasiun Tanah Abang hanya ditutup sepanjang 500 meter.
Dari empat lajur jalan tersebut, hanya dua lajur yang dipakai untuk ratusan PKL. Selama ini, PKL itu tidak teratur dan memadati trotoar dan pintu masuk stasiun.
Sedangkan dua lajur lain untuk bus Transjakarta Tanah Abang Explorer, yang disediakan gratis untuk mengangkut penumpang kereta komuter ke Pasar Tanah Abang Blok G, Blok B, Blok A, Tanah Abang AURI, Blok E, dan flyover Jatibaru.
Trotoar yang sudah lebar di Jalan Jatibaru sisi stasiun menjadi nyaman untuk pejalan kaki karena tidak ada lagi pedagang kaki lima.
Simak juga: Blok G Tanah Abang yang Dipromosikan Jokowi Bakal Dirobohkan
Pada hari pertama rekayasa di Tanah Abang, Jumat, 22 Desember 2017, pengunjung Pasar Tanah Abang terlihat antusias mencoba bus pengumpan Transjakarta Tanah Abang Explorer. Salah seorang pengunjung Pasar Tanah Abang, Misriati, 56 tahun, mengaku senang dengan adanya bus ini.
"Kalau ini terus gratis, berbahagia buat ibu-ibu dan nenek-nenek. Alhamdulillah, enggak lalu lalang ramai," katanya. Warga Serpong itu mengaku kerap berkunjung ke Blok A Pasar Tanah Abang untuk urusan katering.
MARIA FRANSISCA