TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan penataan kawasan Tanah Abang yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai melanggar dua aturan, yakni Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Undang-Undang Jalan.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan Anies keliru karena membuat Jalan Jatibaru Raya di depan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, sebagai tempat pedagang kaki lima (PKL) berjualan. Anies disebutnya melanggar Pasal 28 dan 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berbeda dengan ketika Joko Widodo menjabat Gubernur DKI, yang merelokasi PKL masuk ke Pasar Blok G Tanah Abang dan melarang keras mereka berjualan di pinggir jalan dan trotoar. “Ngawur itu kebijakan (Anies Baswedan di Tanah Abang). Kalau mau jualan, ya, di pasar. Jualan, kok, di jalanan,” ucap Agus kepada Tempo, Sabtu, 23 Desember 2017.
Baca: Penataan PKL Tanah Abang, Anies Baswedan Disarankan Ikuti Ahok
Dalam konsep penataan kawasan Tanah Abang tahap pertama, Anies dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno menutup Jalan Jatibaru Raya, yang terletak di depan Stasiun Tanah Abang pada pukul 08.00-18.00 setiap hari. Penutupan berlaku untuk kedua jalur, baik yang mengarah ke Jalan Kebon Jati maupun sebaliknya.
Kendaraan pribadi dan umum dilarang melintasi jalan itu pada waktu yang telah ditentukan. Selama sepuluh jam setiap hari, satu jalur Jalan Jatibaru Raya, yang mengarah ke Jalan Kebon Jati, dijadikan tempat jualan bagi PKL, yang sebelumnya berdagang di trotoar. Sedangkan satu jalur lain untuk perlintasan bus Transjakarta sebagai pengganti angkutan umum, yang biasa lewat di situ.
Lihat juga: Tanah Abang Ruwet, Jokowi Beri Tip Jitu kepada Anies-Sandi
Menurut Agus, Pasal 28 ayat 1 undang-undang itu menyebutkan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan. Selain itu, ayat 2 menyatakan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.
Selanjutnya, Agus meneruskan, dalam Pasal 275 Ayat 1 juga disebutkan setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Deddy Herlambang, sependapat dengan Agus bahwa penggunaan jalan raya untuk berjualan melanggar aturan, kecuali untuk acara-acara tertentu, seperti car free day.
“Ya, tetap tak diizinkan jalan untuk berjualan karena melanggar regulasi,” katanya pada Sabtu, 23 Desember 2017.
Deddy menjelaskan, kebijakan Anies melanggar Pasal 12 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Dalam ayat 1 pasal itu disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan. Sedangkan ayat 2 menyatakan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan. Kemudian ayat 3 menyebutkan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan.
Karena itu, Agus dan Deddy meminta pemerintah DKI mengkaji ulang kebijakan penataan Tanah Abang, yang baru diberlakukan pada Jumat lalu, 22 Desember 2017, karena dinilai merugikan masyarakat. “Masyarakat yang merasa dirugikan bisa menggugat kebijakan itu ke pengadilan,” kata Agus.