TEMPO.CO, Jakarta -Di hari Natal, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Ignatius Suharyo menyampaikan sikap menentang keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Menurut Ignatius, keputusan ini mengikuti pernyataan sikap Persatuan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia yang juga menolak keputusan Trump tersebut. Pernyataan Ignatius ini sekaligus mewakili pernyataan sikap Persatuan Gereja Indonesia (PGI).
"Yang dilakukan Presiden Trump, tidak sesuai dengan resolusi PBB," ujar Ignatius saat jumpa wartawan di Gereja Katedral, Jakarta, Senin, 25 Desember 2017.
Baca : Kapolri, Panglima, dan Mendagri Kunjungi 3 Gereja di Malam Natal
Lebih lanjut, ia menjelaskan, PGI juga ikut dengan keputusan pimpinan tertinggi Katolik, yaitu Paus Fransiskus. Ia menjelaskan pemimpinnya tersebut secara eksplisit mengakui negara Palestina, sehingga tidak ada alasan untuk tidak menentang keputusan Presiden Trump.
Pada 6 Desember 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Washington juga merencanakan akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Keputusan Trump tersebut memicu ketegangan di Timur Tengah, Filipina, negara Arab dan negara-negara Islam termasuk Indonesia. Mereka mengecam Trump karena Yerusalem adalah tanah Palestina yang dicaplok Israel dalam perang enam hari pada 1967.
Namun, Ignatius berpendapat, konflik antar Israel dan Palestina hanya dapat terselesaikan jika kedua negara saling bicara. Menurut dia, konflik tersebut bukan lagi karena agama, akan tetapi masalah kemanusiaan dan politik yang sudah ada sejak tiga ribu tahun yang lalu.
"Sehingga memerlukan waktu yang lama dalam menemukan solusinya," ujar Ignatius, Senin 25 Desember 2017 yang bertepatan dengan Hari Raya Natal.