TEMPO.CO, Depok -Kepala Satuan Narkoba Polres Metro Bekasi, Ajun Komisaris Besar Ahmad Fanani mengatakan bahwa timnya menemukan 60 Ribu pil ekstasi dari pabrik narkoba yang ada di Griya Sukmajaya, Depok.
Harga satu pil ektasi dari pabrik yakni Rp 200 Ribu. "Kalau sudah sampai di diskotek harga ekstasi berlogo "8" tersebut sudah berlipat menjadi Rp 500 Ribu," ujar Ahmad kepada Tempo, Sabtu, 30 Desember 2017.
Baca : Selalu Bawa Pistol, Pemilik Pabrik Narkob Depok Mengaku dari BIN
Selain menemukan pil ekstasi, kata Ahmad, ditemukan juga sebuah buku tabungan Bank Central Asia. Transaksi melalui rekening ini sekitar Rp 600 Juta sampai Rp 1,5 Miliar setiap pekan. "Kami masih terus menelusuri jaringan lainnya melalui transaksi yang dilakukan," ungkapnya.
Menurut Ahmad, berdasarkan transaksi yang ditemukan dari jaringan pabrik narkoba ini diduga juga ada tindak pidana pencucian uang. Untuk hal tersebut akan dikordinasikan dengan PPATK.
Jaringan ini sudah lama dikejar oleh Badan Narkotika Nasional, Direktorat IV Narkotika Bareskrim Mabes Polri, dan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya. Ahmad mengatakan, mereka tergolong licin karena susah terpantau pergerakannya. Bahkan, AM pernah lolos dari penyergapan karena melawan dengan senjata api.
Total tersangka yang ditangkap Polres Metro Bekasi dari pengungkapan pabrik narkoba Depok sebanyak tujuh orang. Mereka adalah AS, TP, RW, AR, MA, YK, serta HS yang dicokok di tiga lokasi Bekasi, Depok, dan Cianjur. Sedangkan MA ditembak mati dengan alasan melawan petugas.
Menurut Ahmad, jaringan pabrik narkoba ini dikendalikan dari tiga lembaga pemasyarakatan, yakni LP Cipinang, LP Gunung Sindur, dan LP Salawi. Polisi mendalami keterlibatan tahanan LP Cipinang bernama Pony Tjandra yang diduga menjadi pengendali utama pabrik narkoba di Depok.