TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi mengakui pihaknya belum dapat mengungkap siapa pelaku pembunuhan terhadap Tri Ani Yani Puspo Ningrum, mahasiswi Universitas Esa Unggul (UEU) Jakarta. Padahal, kasus tersebut terjadi sudah setahun lalu, Januari 2017.
"Kesulitan dari pengungkapan kasus ini adalah alat bukti yang kurang kuat," kata Hengki, Kamis, 4 Januari 2017. Namun, Hengki belum bersedia menyebutkan alat bukti tersebut.
Tri tewas dalam perjalaman dari rumah kosnya di Jalan Kebon Jeruk Baru RT 8 RW 11, Kelurahan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ke rumah sakit, 9 Januari 2017.
Awalnya, Zainal, kekasih Tri, curiga karena Tri tak kunjung menjawab teleponnya. Zainal langsung menuju kos Arum dan menemukannya sudah terluka di bagian punggung dan leher. Ia pun membawa kekasihnya ke rumah sakit tapi nyawanya tak tertolong.
Menurut Hengki, pihaknya menggunakan metode induktif dan deduktif untuk menyelidiki kasus pembunuhan terhadap Tri. Metode ini, ujar Hengki, sama seperti yang digunakan kepolisian dalam pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Metode induktif adalah penyelidikan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh bukti yang ada di lapangan. “Selain itu ada juga pemeriksaan saksi-saksi,” ucap Hengki. Sedangkan metode deduktif adalah menggali pihak-pihak yang kemungkinan memiliki konflik pribadi dengan korban.
Hengki mengatakan, telah membentuk satuan tugas khusus untuk menyelidiki kasus pembunuhan Tri. Dia akan mengevaluasi alat bukti yang ada.
Hengki mengatakan untuk menyelidiki suatu kasus, termasuk kasus pembunuhan, tidak boleh fokus kepada satu orang. "Sehingga alat bukti diarah-arahkan ke dia itu tidak boleh. Jadi, kita lihat lagi alat bukti yang ada biar mengalir arahnya ke mana, " kata Hengki.