TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyarankan Gubernur DKi Jakarta Anies Baswedan membuat aturan baru setelah peraturan gubernur zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tentang pelarangan sepeda motor di Jalan MH Thamrin dicabut oleh putusan Mahkamah Agung.
Menurut Refly, peraturan baru diperlukan agar kesemrawutan di jalanan tak terjadi setelah pencabutan pergub Ahok. "Cabut aturan yang lama, dan buat aturan baru yang lebih tidak diskriminatif," katanya kepada Tempo pada Rabu, 10 Januari 2018.
Refly menyatakan, putusan hukum tidak boleh diabaikan. Pendapat Refly bertolak belakang dengan kemauan Kepolisian hingga Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementeriian Perhubungan agar pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertahankan Pergub Ahok tentang pelarangan sepeda motor di Jalan MH Thamrin.
Baca: Berita Terbaru Ahok - Kumpulan Berita Hari Ini Ahok Terkini
"Bahaya, Lama-lama orang enggak patuh dengan putusan hukum dan menganggap putusan hukum bisa diabaikan," tutur Refly. "Apalagi kalau yang mengabaikannya pemerintah."
MA mengabulkan permohonan Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar pada Senin, 8 Januari 2018 untuk membatalkan Peraturan Gubernur DKI Nomor 195 Tahun 2014 terkait dengan pembatasan lalu lintas sepeda motor di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Infografis: Jalur Alternatif Larangan Sepeda Motor di Thamrin - Sudirman dan Rasuna Said
Dalam putusannya yang dikutip dari salinan putusan, Ketua Majelis Hakim Agung Irfan Fachruddin menyatakan Pasal 1 dan Pasal 3 Pergub DKI Nomor 195 Tahun 2014 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 133 Ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 11 UU Hak Asasi Manusia, serta Pasal 5 dan 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Pergub Ahok tadi juga dinyatakan tidak memiliki hukum mengikat. Majelis Hakim memerintahkan Panitera MA mengirimkan petikan putusan kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam berita negara.
"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1 juta," ucapnya.
Pihak termohon yang dimaksud adalah Gubernur DKI Jakarta yang diwakili Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Di sisi lain, Refly menyesalkan mengapa perkara pergub Ahok ini masuk ke ranah pengadilan. Refly berpendapat, peraturan itu berada di lingkup administrasi di bawah Gubernur Anies Baswedan yang bisa dilakukan revisi. Kendati demikian, dia tidak memungkiri bahwa masyarakat yang merasa dirugikan oleh pergub Ahok tak punya pilihan lain selain mengubahnya lewat pengadilan.
Refly pun menilai, terkadang putusan hukum tidak melihat aspek sosiologis yang ada di lapangan. "Kadang-kadang putusannya terlalu popular," ujarnya mengomentari putusan MA atas pergub Ahok.