TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos meminta kriminalisasi terhadap dua pelawak, Ge Pamungkas dan Joshua Suherman, atas tuduhan penistaan agama dihentikan. Tigor berpendapat mereka tidak menistakan agama tertentu, tapi menyampaikan kritik sosial.
“Pelapor menggunakan pasal penodaan agama untuk memelihara eksistensinya sebagai ‘polisi agama’ dan untuk meningkatkan daya tawar politik mereka,” kata Tigor melalui siaran pers yang diterima Tempo, Jumat, 12 Januari 2018.
Tigor mengimbau kepada pihak kepolisian untuk tidak gegabah meningkatkan status pelaporan penistaan agama ini dalam proses hukum. Menurut Tigor, proses hukum atas dua pelawak tersebut akan mengancam kebebasan berekspresi serta membungkam kreativitas dalam menyampaikan kritik sosial dan dalam berkesenian.
Melihat maraknya kasus terkait dengan pasal penodaan agama, Tigor meminta pemerintah menghentikan kriminalisasi dengan dalil penodaan agama. Selain itu, Setara Institut meminta pemerintah menghapus pasal penodaan agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tigor mengatakan tingginya pasal penodaan agama adalah pasal karet sehingga tidak memberikan kepastian hukum. Ia khawatir masyarakat memanfaatkan pasal penodaan agama untuk kepentingan ekonomi atau politik tertentu.
Ge Pamungkas dan Joshua Suherman dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI dengan tuduhan melakukan penistaan agama. Dalam materi lawakan yang ditampilkan, Ge menyampaikan opini masyarakat terkait dengan fenomena banjir di Jakarta pada era Basuki Tjahaja Purnama dan Anies Baswedan.
Sedangkan Joshua dalam materi lawakannya menyampaikan alasan mengapa dua personel Cherrybelle, Anisa Rahma dan Cherly Juno, beda tingkat popularitasnya. Ketika menjelaskan soal itu, Joshua Suherman dianggap melakukan penistaan agama.