TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai putusan Mahkamah Agung mencabut peraturan gubernur era Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal larangan sepeda motor melintas Jalan M.H. Thamrin-Medan Merdeka, Jakarta Pusat, telah mencoreng wajah transportasi Indonesia.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi bahkan menilai, dari putusan itu, MA telah menyerap sikap populisme Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang ingin pengguna jalan mempunyai kesetaraan yang sama. "Jika pendekatannya populis, maka putusan MA mempunyai bobot yang tinggi," kata dia dalam keterangan pers, Sabtu, 13 Januari 2018.
Baca: Efek Larangan Sepeda Motor, Kenapa Polisi Evaluasi Setelah 1 Bulan
Namun, Tulus menilai, apabila dilihat dari sisi manajemen transportasi publik, keputusan MA tersebut sesat pikir. Dia menganggap keputusan itu tak mengacu pada pertimbangan nalar dari sisi manajemen transportasi publik. "Putusan MA memundurkan beberapa langkah upaya penataan pemerintah di bidang transportasi," kata dia.
Tulus menilai, putusan MA cacat secara hukum. Sebab MA memutus suatu perkara menggunakan undang-undang yang tidak punya hubungan dengan lalu lintas. Dia mengatakan MA seharusnya menggunakan substansi UU Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam pertimbangan mencabut pergub Ahok itu, bukan UU tentang HAM.
Seperti diketahui, pada 26 November 2017, MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor di Jakarta. Dalam salah satu pertimbangan uji materi pergub tersebut, hakim menyatakan pergub yang dikeluarkan era Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah melanggar hak asasi pengendara motor.
Meninjau pertimbangan itu, Tulus mengatakan MA gagal memahami substansi pergub larangan sepeda motor. "Inti aturan itu adalah melarang warga menggunakan sepeda motor melintas Jalan M.H. Thamrin, bukan melarang warga untuk melintasi Jalan M.H. Thamrin," katanya soal ribut-ribut larangan sepeda motor di jantung Ibu Kota tersebut.