TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan warga Jakarta meramaikan kegiatan car free day di Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Antasari, Jakarta Selatan. Namun sebagian besar pengunjung mengeluh kehausan karena tidak ada penjaja minum di jalan layang sepanjang lebih dari 4 kilometer itu. "Pemerintah juga tidak menyediakan water station," ujar Nurul Soraya, 33 tahun, di JLNT Antasari, Ahad, 14 Januari 2018.
Pemerintah Jakarta Selatan memang melarang pedagang kaki lima, termasuk penjaja minuman, masuk ke arena car free day. Larangan ini untuk mencegah produksi sampah, yang biasanya menumpuk setelah kegiatan. Penjaja makanan dan minuman hanya boleh menggelar lapak di sekitar Kantor Wali Kota Jakarta Selatan.
Nurul tidak membawa bekal air minum karena mengira dapat membelinya di lokasi. Namun, setelah menyusuri jalan layang, tak ada satu pedagang pun yang ia temui. “Rutenya panjang, sengsara juga kalau kehausan di tengah-tengah,” kata warga Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan, itu.
Pendapat serupa disampaikan Asril, warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Menurut dia, untuk masalah sampah sebenarnya bisa siasati dengan menyediakan tempat pembuangan. Dengan begitu, baik pedagang maupun pengunjung bisa membuang sampah pada tempatnya.
Namun tidak semua pengunjung berpikiran sama. Sopin contohnya. Pengguna sepeda asal Mampang, Jakarta Selatan, itu justru menilai langkah pemerintah sudah tepat. "Sebab, menurut saya, pedagang kaki lima itu memang bikin kotor," ucapnya. Sebagai konsekuensinya, dia berharap pemerintah menyediakan air minum di sejumlah titik. "Kalau air minum kan enggak ada salahnya disediakan,” tuturnya.
Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi menuturkan kegiatan car free day ini baru pertama kali digelar. Pemerintah akan mengevaluasinya lagi agar bisa memenuhi harapan masyarakat. "Nanti kami siapkan saja kalau itu (air minum), sih," katanya. Ia berencana menggandeng sponsor untuk mendukung penyediaan air minum itu.