TEMPO.CO, Jakarta - Sidang kedua terdakwa ujaran kebencian di media sosial Jon Riah Ukur atau Jonru Ginting berjalan dengan pembacaan tujuh poin keberatan hukum atau eksepsi atas tuntutan jaksa. Koordinator kuasa hukum Jonru, Djudju Purwantoro menjelaskan alasan kliennya mengajukan tujuh poin keberatan karena tuntutan JPU dinilai amburadul dan saling bertentangan satu sama lain.
"JPU menjerat dengan UU nomor 42 tahun 2008 tentang golongan dan etnis, tapi yang selalu disebutkan di dakwaan itu Quraish Shihab. Jadi tidak tepat," ujar Djudju di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 15 Januari 2018.
Melihat keganjilan dalam dakwaan JPU, tim kuasa hukum lalu meminta hakim untuk memenuhi tujuh tuntutan, antara lain menerima nota keberatan Jonru, menyatakan PN Jaktim tidak berwenang mengadili perkaranya, dan menyatakan surat dakwaan JPU tidak sah dan batal diterima.
Jonru Ginting ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh penyidik Ditkrimsus Polda Metro Jaya pada Jumat, 29 September 2017. Jonru dilaporkan oleh Muannas Alaidid atas tuduhan ujaran kebencian karena menulis status di Facebook yang dinilai mengandung pelanggaran unsur suku, agama, dan ras.
Muannas juga menemukan unggahan Jonru yang mengandung sentimen terhadap individu. Jonru Ginting, kata dia, pernah mengajak umat Islam agar tidak salat di Masjid Istiqlal karena imamnya adalah Quraish Shihab.
Lebih lanjut, Djudju membacakan tuntutan kepada hakim, yakni meminta hakim memulihkan hak terdakwa seperti kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya, lalu menolak untuk memeriksa dan mengadili terdakwa, lalu membebankan biaya perkara kepada negara.
Adapun beberapa dakwaan JPU lainnya yang diprotes kuasa hukum, yakni pada dakwaan kesatu tentang penerapan peraturan khusus Pasal 28 Ayat (2) jo. Pasal 45A Ayat (2) UU ITE dan dakwaan kedua menerapkan Pasal 4 huruf b angka 1 jo. Pasal 16 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, tetapi pada dakwaan ketiga Jaksa menerapkan Pasal 156 KUHP.
Selain itu, tim kuasa hukum Jonru Ginting juga menuduh JPU memanipulasi peristiwa dalam uraian dakwaan. Disebutkan, dakwaan berupa percakapan antara Jonru dan Akbar Faisal itu terjadi pada acara ILC di Hotel Borobudur Jakarta Pusat, akan tetapi JPU tidak memasukkan lokasi acara ILC tersebut. "Maka seharusnya perkara Jonru ini disidangkan di PN Jakarta Pusat jika diskusi program ILC itu dimasukan dalam uraian dakwaan," ujar Djuju.