TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menjadwalkan pemeriksaan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno pada Kamis, 18 Januari 2018, sebagai saksi kasus penipuan dan penggelapan dalam penjualan lahan seluas 1 hektare di Jalan Curug Raya, Desa Kadu, Tangerang.
"Iya panggilannya Kamis sebagai saksi untuk laporan (kasus) yang ada di Krimum (Direktorat Reserse Kriminal Umum)," kata juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono di kantor Polda Metro Jaya pada Selasa 16 Januari 2018.
Pemanggilan ini untuk yang kedua kalinya setelah Sandiaga Uno mangkir dalam panggilan pertama yakni 11 Oktober 2017 atau lima hari sebelum dia dilantik menjadi Wakil Gubernur DKI bersama Gubernur Anies Baswedan. Saat itu, kuasa hukum Sandiaga Uno mengajukan penundaan pemeriksaan dengan alasan kliennya smempersiapkan pelantikan.
Lihat: Polisi Jelaskan Pemeriksaan Sandiaga Uno Soal Penipuan
Surat pemanggilan kedua ini dialamatkan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Surat yang ditandatangani Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi itu tertanggal 15 Januari 2018.
Surat panggilan kedua dilayangkan sebab Polda Metro Jaya tak kunjung mendapatkan jawaban dan kepastian dari kuasa hukum Sandiaga Uno ihwal kehadiran untuk diperiksa.
Sandiaga Uno dan rekannya dilaporkan ke polisi pada 8 Maret 2017. Pelapor bernama Fransiska Kumalawati Susilo mengatakan kejadian bermula pada 2012. Saat itu, Sandiaga dan rekan bisnisnya, Andreas Tjahyadi, menjual satu hamparan lahan seluas hampir 1 hektare seharga Rp 12 miliar. Andreas sudah berstatus tersangka kasus penipuan dan penggelapan tersebut.
"Satu hamparan tersebut ada tiga sertifikat," ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Januari 2018.
Dari tiga lahan bersertifikat tadi, Fransiska melanjutkan, satu di antaranya seluas 3.000 meter milik Djoni Hidayat. Nah, lahan itu ikut dijual oleh perusahaan milik Sandiaga dan Andreas, yakni PT Japirex.
Modusnya, Sandiaga Uno dan Andreas membalik nama sertifikat lahan milik Djoni menjadi milik perusahaan mereka. Padahal, menurut Fransiska, jika suatu perusahaan ingin membeli lahan harus ada rapat umum pemegang saham (RUPS). Namun, hal itu tidak terjadi. PT Japirex menguasai lahan tanpa melalui RUPS.
"Kalau jual-beli, juga harus ada AJB (akte jual-beli). Ini tidak ada. Kok, bisa balik nama ke PT lalu dijual? Kan aneh," ucap Fransiska mempertanyakan proses kepemilikan dan penjualan lahan tersebut. "Pasti ada yang dipalsukan."
Dia juga menuturkan, PT Japirex awalnya milik Edward Soeryadjaya. Lahan tersebut lalu diserahkan kepada istri Edward, Happy Soeryadjaya, yang telah meninggal pada 1992.
Dari Happy, lahan seluas 3.000 meter tersebut diserahkan kepada Djoni. Selain itu, Edward menyerahkan PT Japirex kepada Sandiaga dan Andreas empat hari setelah kepergian istrinya. Sandiaga pemegang saham 40 persen PT Japirex sejak 2001, sedangkan Andreas memiliki 60 persen saham sejak 1992.
"Sandiaga dan Andreas adalah rekan bisnis almarhum Edward. Jadi dipercaya untuk menguasai perusahaan," tutur Fransiska.
Fransiska sudah mencoba mempertanyakan masalah ini secara pribadi kepada Sandiaga Uno. Namun, Sandiaga tidak merespons. "Bahkan handphone saya diblok," ujarnya.
Anggota tim sukses Sandiaga Uno pernah menuturkan, rencana pemeriksaan sebagai saksi pada Oktober silam menggelisahkan Sandi. Dia menceritakan, Sandiaga lantas menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk mengadu. Prabowo lalu menyampaikan persoalan Sandi kepada Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman yang juga kolega Prabowo.
Sandiaga Uno kepada Majalah Tempo membenarkan adanya pertemuan dia dengan Prabowo. Tapi, Sandiaga Uno mengatakan pertemuan itu tidak membahas kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menyeret namanya itu. Secara tak langsung dia pun membantah melibatkan Luhut.