TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan tim hukumnya akan melakukan klarifikasi terkait dengan beredarnya surat panggilan dari Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Sore ini, ada klarifikasi oleh tim hukum, terdiri atas tim hukum yang di Balai Kota, Biro Hukum, dan tim hukum yang menangani," ucap Sandiaga Uno di Balai Kota DKI, Rabu, 17 Januari 2018.
Sandiaga Uno mengaku, sampai hari ini, dia belum menerima surat panggilan dari kepolisian. Pelibatan tim hukum pemerintah DKI, ujar dia, harus dilakukan karena dia sudah menjabat wakil gubernur.
Menurut Sandiaga, kasus yang menjeratnya itu sudah enam kali dilaporkan. Bahkan Sandiaga mengklaim telah menyampaikan keterangan saat masih berkampanye sebanyak delapan kali. Sandiaga memastikan dia akan bersikap kooperatif dan tak menutupi apa pun. "Selama menjalankan usaha, saya selalu patuh pada koridor hukum dengan tata kelola yang baik. Jadi, insya Allah," ucap Sandiaga.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sandiaga pada Kamis, 18 Januari 2018. Dia dipanggil sebagai saksi kasus penipuan dan penggelapan dalam penjualan lahan seluas 1 hektare di Jalan Curug Raya, Desa Kadu, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang.
Pemanggilan ini merupakan yang kedua kalinya setelah Sandiaga Uno mangkir dalam panggilan pertama pada 11 Oktober 2017 atau lima hari sebelum dia dilantik menjadi Wakil Gubernur DKI bersama Gubernur Anies Baswedan. Saat itu, kuasa hukum Sandiaga mengajukan penundaan pemeriksaan dengan alasan kliennya tengah mempersiapkan pelantikan.
Surat pemanggilan kedua ini dialamatkan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Surat yang ditandatangani Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi itu tertanggal 15 Januari 2018.
Sandiaga dan rekannya dilaporkan ke polisi pada 8 Maret 2017. Pelapor bernama Fransiska Kumalawati Susilo menuturkan kejadian bermula pada 2012. Saat itu, Sandiaga dan rekan bisnisnya, Andreas Tjahyadi, menjual lahan seluas hampir 1 hektare seharga Rp 12 miliar.
Andreas sudah berstatus tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan tersebut. Dari tiga lahan bersertifikat tadi, satu di antaranya seluas 3.000 meter milik Djoni Hidayat. Nah, lahan itu ikut dijual perusahaan milik Sandiaga dan Andreas, yakni PT Japirex.
Modusnya, Sandiaga Uno dan Andreas membalik nama sertifikat lahan milik Djoni menjadi milik perusahaan mereka. Padahal, menurut Fransiska, perusahaan yang ingin membeli lahan harus menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS). Namun hal itu tidak terjadi. PT Japirex menguasai lahan tanpa melalui RUPS.