TEMPO.CO, Jakarta - Pembeli properti di pulau reklamasi Teluk Jakarta, Fellicita Susantio, melayangkan somasi kepada PT Kapuk Naga Indah (KNI). Somasi diberikan untuk mendesak KNI selaku pengembang di pulau buatan tersebut, agar segera menyelesaikan seluruh perizinan pembangunan di Pulau C dan D.
Kuasa hukum Fellicita Susantio, Kamillus Elu, mengatakan sejak kliennya membeli tiga unit properti di Pulau C dan D, sampai sekarang pulau tersebut belum kunjung mengantongi Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Keterangan Rencana Kota (KRK), dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Kami meminta agar Maret 2018 pengembang sudah menyelesaikan seluruh perizinan. Jika tidak, klien kami meminta uang kembali," kata Kamillus di Polda Metro Jaya. Selain Fellicita, Kamillus juga membantu empat pembeli property lainnya yang mempertanyakan perizinan pulau reklamasi.
Menurut Kamillus, Fellicita telah membeli satu kavling The Sonata Lagoon di Golf Island di Pulau D seharga Rp 5,2 miliar. Pembelian kavling tersebut dibayar dengan cara dicicil sebanyak 36 kali sejak 2011 dan telah lunas pada 25 Agustus 2014.
Bahkan, kliennya kembali membeli satu kavling Rivers Walk Island di Pulau C seharga Rp 8,5 miliar. Kavling di sana dibayar dengan cicilan Rp 140 juta dalam tempo 60 kali pembayaran. "Sekarang sudah cicilan ke 29. Dan waktu awal pembelian juga membayar uang muka Rp 100 juta," ucap Kamillus.
Sebelumnya, kata Kamillus, pembeli di pulau reklamasi tersebut sudah meminta kebijakan agar mereka menghentikan sementara cicilan properti yang dibeli sampai menunggu perizinan selesai. Namun, saat itu pengembang tidak menanggapi saran dari para pembeli. "Mereka (PT KNI) hanya bilang masalahnya kasuistik, kasus per kasus," ucapnya. "Bahkan, pembeli diancam kalau tidak mau bayar cicilan akan didenda 3 persen dari total angsuran,” kata Kamillus.
Kamillus pesimistis perizinan bisa diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Apalagi, Pemerintah DKI Jakarta telah mencabut dua rancangan peraturan daerah (raperda) tentang reklamasidi Teluk Jakarta. Raperda tersebut tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantura Jakarta dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Ditambah, DKI meminta Badan Pertanahan Nasional membatalkan Hak Guna Bangunan Pulau Reklamasi. "Dua Raperda dan HGB kan yang menjadi dasar menerbitkan perizinan," ucap Kamillus.
Fellicita mengaku tertarik membeli properti di pulau reklamasi dari penawaran marketing, melalui brosur, dan televise, pada awal launching 2011. Saat itu, dirinya langsung mengambil satu kavling seluas 370 meter persegi di Pulau D seharga Rp 5,2 miliar yang dicicil sebanyak 36 kali. "Kavling hooked yang saya beli per meternya Rp 14,1 juta," ujar Fellicita.
Saat membicarakan kavling tersebut, Fellicita mendapatkan informasi dari seorang marketing bahwa perizinan sudah beres. Namun, begitu kasus reklamasi mencuat dan akhirnya dimoratorium, dirinya dan pembeli lain baru tahu jika tanah yang dibelinya belum berizin.
Padahal, berdasarkan Peraturan Gubernur nomor 88 Tahun 2008 tentang peluncuran dalam rangka pemasaran properti, syarat awalnya adalah mengantongi SIPPT. "Tapi, ini belum punya sudah dipasarkan. Kami baru tahu kalau izin reklamasi panjang setelah kasus ini mencuat," ujar Fellicita.