TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya akan memeriksa Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak pada Senin, 22 Januari 2018. Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, mengatakan Dahnil dipanggil lantaran pernyataannya di sebuah acara salah satu stasiun televisi pada awal Desember 2017, terkait dengan kasus penyiraman penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
"Dia kan menyampaikan bahwa ada beberapa saksi yang berbeda dengan saksi dari kepolisian," kata Argo di kantor Polda Metro Jaya, Sabtu, 20 Januari 2018. Oleh karenanya, ujar Argo, kepolisian ingin tahu siapa saksi yang dimaksud Dahnil agar dapat membantu kepolisian dalam pengungkapan kasus itu. "Kalau yang bersangkutan punya saksi, ya sampaikan kepada polisi," kata Argo.
Argo menegaskan bahwa Dahnil diperiksa bukan sebagai saksi kasus itu. "Jadi bukan saksi," ujarnya. "Dia kan menyampaikan punya saksi, ya kita minta biar membantu agar pengungkapan lebih cepat."
Selain perihal pernyataan Dahnil soal saksi yang berbeda itu, polisi bakal mengklarifikasi pernyataan-pernyataan Dahnil dalam acara televisi tersebut. Namun Argo tidak merinci pernyataan apa saja yang dia maksud. "Ada beberapa pernyataan lah yang perlu diklarifikasi," ujar Argo.
Sudah hampir sembilan bulan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan belum kunjung terungkap. Sebelumnya, Argo menuturkan telah ada 1.058 laporan masyarakat ke hotline Polda Metro Jaya.
"Lewat hotline itu, 700 sekian untuk telepon, kemudian juga ada 300 sekian SMS," tutur Argo. Dari laporan yang masuk itu, kata Argo, polisi mencoba menghubungi kembali para pelapor guna mendapatkan informasi terkait dengan pelaku penyiraman terhadap Novel Baswedan. "Namanya orang telepon, kita cek kembali. SMS pun kita telepon, siapa yang ngirim," ucap Argo.
Namun hingga kini tidak satu pun pelapor yang memberikan informasi berguna tentang kasus yang terjadi pada April 2017. Alih-alih memberikan informasi yang signifikan, sebagian besar pelapor malah mengisengi polisi.
"Ya, ada yang menanyakan sejauh mana kasus itu, ada juga yang menanyakan apakah perlu paranormal atau tidak, kemudian ada yang cuma iseng juga, 'Oh, benar ini hotline-nya, Pak? Terima kasih'," kata Argo.
Kendati kerap ditawari paranormal, Argo menuturkan polisi tidak tertarik dengan tawaran itu. "Enggaklah, polisi kan hanya sesuai dengan bukti di lapangan," tuturnya.
Penyiraman air keras terhadap Novel terjadi pada 11 April 2017 dan diduga dilakukan dua orang yang berboncengan dengan sepeda motor. Penyerangan terjadi ketika Novel pulang seusai salat subuh di Masjid Al-Ikhsan dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Sketsa wajah orang terduga penyerang Novel dibuat Pusat Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Pusinafis) Polri bersama Australian Federal Police (AFP). Bahannya diambil dari rekaman closed-circuit television (CCTV) di tempat kejadian. Penyidik juga telah memeriksa 66 saksi.
Argo menuturkan, selain terus mengusut dan menyebar sketsa wajah, polisi terus mengevaluasi efektivitas layanan hotline untuk mencari pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan. "Sampai sekarang masih belum mendapatkan informasi yang signifikan, tapi penyidik masih tetap berjalan, bekerja untuk mencari siapa, sih, pelakunya," ujar Argo.