TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pembentukan tim gabungan pencari fakta sangat penting untuk menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.
"Saya mengusulkan kepada polisi untuk juga kemudian mendorong pembentukan TGPF kepada bapak Presiden Jokowi," kata Dahnil Anzar saat ditemui usai diperiksa di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Senin, 22 Januari 2018.
Baca juga: KPK Masih Andalkan Polisi untuk Tuntaskan Kasus Novel Baswedan
Dahnil juga menyampaikan kasus tersebut secara non teknis bisa dipercepat jika dibentuk tim gabungan pencari fakta.
"Saya yakin polisi punya kapasitas untuk mengungkap kasus ini secara teknis. Tetapi bisa jadi polisi punya keterbatasan apabila berhadapan dengan hal-hal non teknis. Non teknis itu bisa politik, non teknis itu bisa hal-hal yang lain," ujar Dahnil.
Dahnil Anzar diperiksa di Polda Metro Jaya selama 9 jam dengan diberondong 24 pertanyaan. Dahnil mengatakan semakin pesimistis akan tuntasnya kasus Novel Baswedan.
"Kenapa begitu? Karena di awal misalnya di media Pak Argo (juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono) menyebut pemeriksaan saya terkait dengan mata elang dan sebagainya. Ternyata tidak ada satu pun pertanyaan terkait itu," kata Dahnil Anzar.
Sebelumnya, Argo Yuwono menuturkan bahwa Dahnil akan diperiksa lantaran pernyataannya di sebuah acara salah satu stasiun televisi pada awal Desember 2017 tentang kasus penyiraman wajah penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.
"Dia kan menyampaikan bahwa ada beberapa saksi yang berbeda dengan saksi dari Kepolisian. Sampaikan saja kepada polisi," kata Argo Yuwono di kantornya pada Sabtu, 20 Januari 2018.
Atas dasar itu, Kepolisian ingin tahu siapa saksi yang dimaksud oleh Dahnil agar dapat membantu mengungkap kasus itu.
Sudah hampir sembilan bulan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tak kunjung terungkap. Kejahatan itu terjadi pada subuh 11 April 2017 yang diduga dilakukan oleh dua orang yang berboncengan sepeda motor. Penyerangan itu terjadi ketika Novel pulang seusai salat subuh di Masjid Al-Ikhsan, dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.