TEMPO.CO, Jakarta - Kesemrawutan di kawasan Tanah Abang menjadi pekerjaan rumah bagi setiap pemimpin Jakarta, tak terkecuali pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno (Anies-Sandi) yang sekarang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Permasalahan pokok yang tak pernah rampung adalah pedagang kaki lima dan kemacetan lalu lintas.
Anies telah mengeluarkan kebijakan untuk mengurai kesemrawutan itu dengan memfasilitasi pedagang di Jalan Jatibaru Raya. Namun kebijakannya justru menuai kritik dari berbagai kalangan.
Berikut ini lima masalah yang kerap dikeluhkan masyarakat.
1. Pedagang kaki lima
Pada era Gubernur Basuki Thahaja Purnama alias Ahok, pedagang dilarang membuka lapak di trotoar. Namun larangan ini kerap diabaikan. Alasannya, trotoar Jalan Jatibaru adalah lahan strategis karena dilewati orang yang lalu lalang orang dari dan menuju Stasiun Kereta Tanah Abang. "Kalau enggak di sini kita mau dagang di mana lagi? " kata seorang pedagang yang diwawancari TEMPO, pekan lalu.
Karena trotoar dikuasai pedagang, otomatis pejalan kaki harus meniti badan jalan untuk berlalu-lalang. Imbasnya, badan jalan menjadi padat dan sempit sehingga kendaraan tidak bisa melaju dengan leluasa.
Anies Baswedan memilih “berdamai” dengan pedagang. Ia menuntup Jalan Jatibaru untuk kendaraan pada pukul 08.00 - 18.00 agar bisa digunakan oleh pedagang. Dengan begitu trotoar menjadi “jalan bebas hambatan” untuk pejalan kaki.
2. Pangkalan Ojek
Di Tanah Abang ada dua lokasi yang menjadi selalu dipadati manusia, yaitu pasar dan stasiun kereta. Di dua titik itulah para pengojek terkonsentrasi untuk memburu penumpang. Tidak heran jika pada jam-jam sibuk terlihat ratusan sepeda motor memenuhi trotoar dan badan jalan di sekitar tempat itu.
Anies menilai, para pengojek itu parkir sembarangan karena selama ini pemerintah tidak menyediakan tempat khusus untuk mereka. Untuk itu dia membuat pangkaan khusus pengojek dan bajaj yang lokasinya tidak jauh dari stasiun.
3. Angkot Ngetem
Bukan hanya pengojek, angkutan umum –terutama angkot- dianggap juga turut menyumbang keruwetan di kawasan itu. Sebab, angkot-angkot ini kerap mengetem di sekitar pasar dan satsiun kereta untuk menunggu penumpang.
Seiring dengan penutupan Jalan Jati Baru, Anies juga menutup putaran di depan Blok A Tanah Abang pada pukul 12.00 hingga 18.00. Dengan kebijakan ini, angkot tidak bisa lagi mengetem di depan pintu stasiun. Sebagai gantinya, pemerintah mengoperasikan bus Tanah Abang Explorer yang bisa digunakan secara secara cuma-cuma. Namun kebijakan ini membuat sopir angkot meradang. Sebab penghasilan mereka berkurang karena orang pasti memilih menggunakan angkutan gratis itu.
4. Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran lalu lintas sering terjadi di Jalan Jatibaru akibat adanya kemacetan. Pelanggaran ini terutama dilakukan pengendara sepeda motor. Dengan kebijakan penutupan Jalan Jatibaru, otomatis pelanggaran tersebut tidak terjadi lagi.
5. Pungutan Liar
Kebijakan pemerintah untuk menata kawasan Tanah Abang kerap mandul karena adanya praktik pungutan liar. Berdasarkan temuan Ombudsman Republik Indonesia, praktik ini diduga melibatkan petugas Satpol PP, organisasi massa tertentu, dan preman. Para pedagang berani menggelar lapak di tempat terlarang karena merasa dilindungi oleh oknum-oknum tersebut.
Sejauh ini belum diketahui tindak lanjut pemerintah Anies-Sandi atas temuan Ombudsman tersebut. Namun Sandiaga Uno menegaskan pemerintah berkomitmen memberantas pungli dalam menangani kesemrawutan Tanah Abang. Salah satu bentuk pengawasan yang akan dilakukan adalah memasang kamera CCTV di sejumlah titik di Jalan Jatibaru Raya.