TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno berujar, berdasarkan fakta, kasus sengketa tanah PT Japirex yang melilitnya adalah kasus perdata. Sandiaga dan rekan bisnisnya, Andreas Tjahyadi, disebutkan menjual satu hamparan lahan itu seharga Rp 12 miliar pada 2012.
Dalam satu hamparan tersebut, terdapat tiga lahan. Salah satunya milik Djoni Hidayat seluas 3.000 meter, yang ikut dijual perusahaan milik Sandiaga Uno dan Andreas, yakni PT Japirex. Penjualan itu lantas menjadi permasalahan yang menjerat Sandiaga dan Andreas.
"Ini adalah sebuah kasus yang berkaitan dengan likuidasi perusahaan dan terjadi sekitar tahun 1996," ujar Sandiaga setelah diperiksa polisi di kantor Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, Selasa, 30 Januari 2018. Selain itu, kata dia, kasus sengketa tersebut adalah masalah perdata yang berkaitan dengan dua kubu pengusaha.
Sandiaga mengatakan saat ini masalah itu terlihat sangat jelas dan nyata bahwa ada unsur perdata di sana. "Kebetulan juga ada gugatan perdata yang sedang berlangsung."
Baca: Cerita Baru Lahan Sengketa Curug Raya yang Menyeret Sandiaga Uno
Menurut dia, penjualan tanah itu sebenarnya telah disepakati, termasuk oleh Djoni Hidayat. "Karena itu sudah berpuluh-puluh tahun milik Japirex. Jadi, waktu dilikuidasi, PT Japirex sudah menjual dan Pak Djoni juga sudah menyetujui," katanya.
Bahkan, menurut Sandiaga, Djoni pun telah menerima kompensasi atas penjualan itu. "Beliau sudah menerima kompensasinya sebagian dari likuidasi tersebut," ujarnya. Namun dia tidak menjelaskan lebih lanjut bentuk kompensasi itu.
Sandiaga Uno dan rekannya, Andreas Tjahjadi, dilaporkan ke pihak kepolisian pada 8 Maret 2017. Pelapor bernama Fransiska Kumalawati Susilo, yang mengatakan kejadian bermula pada 2012. Saat itu, kata dia, Sandiaga dan rekan bisnisnya, Andreas Tjahyadi, menjual satu hamparan lahan seluas hampir 1 hektare seharga Rp 12 miliar. "Satu hamparan tersebut ada tiga sertifikat," ujarnya, saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Januari 2018.
Baca: Sengketa Tanah Sandiaga Uno, Pengacara Andreas Beri Penjelasan
Dari tiga lahan di satu hamparan tersebut, Fransiska melanjutkan, ada satu bidang lahan seluas 3.000 meter milik Djoni Hidayat, yang ikut dijual perusahaan milik Sandiaga dan Andreas, PT Japirex.
Sandiaga Uno dan Andreas membalik nama sertifikat lahan milik Djoni menjadi milik perusahaan mereka. Padahal, menurut Fransiska, jika suatu PT ingin membeli lahan, harus ada rapat umum pemegang saham (RUPS). Namun hal itu tidak terjadi. PT Japirex menguasai lahan tanpa melalui RUPS.
"Kalau jual-beli, juga harus ada AJB (akta jual-beli). Ini tidak ada. Kok, bisa balik nama ke PT lalu dijual? Kan aneh," ucap Fransiska mempertanyakan proses kepemilikan dan penjualan lahan tersebut. "Pasti ada yang dipalsukan."
Baca: Alasan Pelapor Seret Sandiaga Uno Kasus Penggelapan Rp 3,4 M
Lebih lanjut, ia menuturkan, PT Japirex awalnya milik Edward Soeryadjaya. Lahan tersebut lalu diserahkan kepada istri Edward, Happy Soeryadjaya, yang meninggal pada 1992.
Dari Happy, lahan seluas 3.000 meter tersebut diserahkan kepada Djoni. Selain itu, Edward telah menyerahkan PT Japirex kepada Sandiaga dan Andreas empat hari setelah kepergian istrinya. Sandiaga merupakan pemegang saham 40 persen PT Japirex sejak 2001, sedangkan Andreas 60 persen sejak 1992.
"Sebab, Sandiaga Uno dan Andreas adalah rekan bisnis almarhum Edward. Jadi dipercaya menguasai perusahaan," tutur Fransiska.