TEMPO.CO, Jakarta - "Woah,” pekik Jonathan saat pertama kali mengintip gerhana bulan total lewat teleskop berukuran 800 milimeter. Bocah berusia delapan tahun itu terlihat menutup mata kirinya dengan telapak tangan. Dengan begitu, ia membiarkan mata kanannya bebas meneropong “Super Blue Blood Moon” pada Rabu 31 Januari 2018 malam itu di Dermaga Hati, Ancol, Jakarta Utara.
Badan Jonathan diangkat oleh ayahnya hingga mendekati lensa teleskop yang posisinya lebih tinggi dari tubuhnya. Sebelumnya ia berjinjit-jinjit agar bisa menggapai lensa. Ukuran badan Jonathan terlihat sama besar dengan teleskop merek Vixen yang disediakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Simak: Ini Kata MUI Soal Tata Cara Salat Gerhana Bulan
Jonathan Frandariku Manuel hanya diberikan kesempatan meneropong kurang dari setengah menit. Ia harus bergantian dengan puluhan pengunjung lain yang mengantre di belakang.
Meskipun hanya diberi kesempatan beberapa detik, wajah Jonathan terlihat sumringah usai dibopong turun oleh ayahnya. Ia kerap mengutarakan apa yang ia lihat di teleskop kepada kakaknya, Aini Dewi Cahyati, 10 tahun. Aini juga ikut baru saja mendapatkan pengalaman baru yakni melihat gerhana bulan lewat teleskop malam itu.
“Warna bulannya aneh. Sedikit merah, sedikit putih,” kata Jonathan sambil cengar-cengir. Dirinya mengaku baru pertama kali melihat gerhana bulan lewat teleskop.
Kakaknya, Aini mengaku dirinya takjub karena bulan yang ia lihat teleskop jelas permukaannya. Ia mengatakan akan menceritakan pengalamannya kepada teman-temannya di sekolah.
“Yang di sebelah sini merah, terus di sisi lain ada putih-putihnya,” kata dia.
Gerhana bulan mulai nampak terlihat di langit pantai utara Jakarta malam itu pukul 19.00, meskipun sebagiannya tertutup awan. Namun selang setengah jam kemudian, bulan nampak hilang timbul. Saat itu mulai banyak orang berdiri mengantre untuk melihat lebih detil fenomena astronomi yang terjadi 150 tahun sekali itu.
“Bulannya malu-malu,” celetuk salah seorang pengunjung.
Derry Wijaya, 38 tahun sengaja datang membawa anak dan istrinya ke Ancol untuk melihat gerhana bulan total. Setelah setengah jam mengantre, Derry dan keluarga akhirnya berkesempatan untuk mengintip gerhana dari teleskop. Namun sayang saat itu bulan sedikit tertutup awan sehingga hanya terlihat sebagian.
Anaknya yakni Kenji Wijaya berusia enam tahun terlihat antusias memicingkan matanya di lensa. "Bulannya lonjong apa bulat dek?" tanya Derry bergurau. "Bulat," jawab bocah berusia 6 tahun tersebut polos.
"Sengaja saya ajak anak saya untuk pendidikan juga. Karena dia pertama kali lihat gerhana bulan," ujar Derry lagi.
Hingga pukul 20.00, gerhana bulan total tidak dapat terlihat karena tertutup awan. Padahal saat itu adalah waktu dimana bulan bumi dan matahari sejajar posisinya. Di sisi lain, antrean orang yang ingin mencoba telekop semakin mengular sekitar 10 meter. Terpaksa pengunjung yang berada di baris paling depan harus menunggu hingga bulan kembali muncul.
Pengunjung yang lain, Khanza Kusuma Mutia Azzahra berusia 13 tahun mengatakan dirinya rela mengante untuk bisa melihat gerhana bulan lewat teleskop. Di tengah antrean, Kusuma mengatakan dirinya datang Sunter, Jakarta Utara bersama bude dan adiknya. "Kami sudah mengantre selama sejam lebih," kata Kusuma.
Saat Khansa mengantre pada pukul 20.30, pengunjung sama sekali tidak bisa melihat gerhana bulan karena tertutup awan. Kusuma berharap langit kembali cerah saat ia berada di baris depan. Karena gerhana masih tertutup awan tebal, antrean terhenti sedangkan orang yang berbaris di belakang semakin bertambah.
"Saya khawatir tidak mendapatkan kesempatan melihat gerhana, karena sampai sekarang masih tertutup awan," kata Khansa.
Untuk membunuh rasa bosan mengantre, beberapa pengunjung memilih berswafoto bersama rekan-rekan mereka. Pengunjung yang berada di baris depan juga ada yang mengabadikan momen diri mereka sambil bergaya seakan-akan sedang meneropong di teleskop.
Akhirnya sekitar pukul 20.50, bulan yang sebelumnya tertutup awan kembali terlihat. Sontak pengujung Ancol yang berada di Dermaga Hati bersorak serentak, "Horee". Pengunjung yang lain pun terkejut sambil menunjuk-nunjuk ke langit, "nah itu muncul"
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan gerhana bulan tidak jelas terlihat dari langit Jakarta. Ia mengatakan malam ini 60 persen langit di Jakarta tertutup awan.
Meskipun begitu, Dwikorita mengatakan BMKG telah menyiapkan 26 teleskop di seluruh Indonesia. Ia mengatakan penyediaan teleskop tersebut adalah upaya untuk memberikan edukasi kepada anak-anak di Indonesia.
"Sayang sekali tertutup awan di Jakarta. Namun kami sudah menyiapkan streaming di Youtube dan info BMKG. Di wilayah lain seperti Makassar, Bengkulu dan Jayapura terlihat jelas. Kami ada beberapa teleskop untuk streaming di wilayah tersebut," ujarnya.