TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Lucia, tersangka kasus pencemaran nama baik PT Kapuk Naga Indah, mempertanyakan proses penyelidikan kasus reklamasi yang sangat cepat. Menurut Rendy Anggara Putra ada beberapa hal yang cukup mengganjal dalam kasus yang menimpa kliennya itu.
"Kita mempertanyakan itu laporan tanggal 11 Desember, tapi Sprindik itu keluar mulai tanggal 12 Desember, artinya dalam satu hari langsung sidik, kapan lidiknya?" ujar dia di kantor Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, Kamis, 1 Februari 2018.
Kasus pencemaran nama baik PT KNI itu berawal dari cekcok mulut antara konsumen dan pengembang pulau reklamasi C dan D itu pada 9 Desember 2018. Video percekcokan itu tersebar di media sosial sehingga PT KNI merasa nama baiknya dicemarkan dan melaporkan tiga konsumennya ke polisi.
Baca: Pasal yang Menjerat Tersangka Kasus Pulau Reklamasi Ditambah
Salah seorang konsumen, Lucia, yang kini jadi tersangka dugaan pencemaran nama baik, merasa dikriminalisasi. Pengacara Lucia, Rendy Anggara Putra, menilai tidak ada ucapan Lucia yang mengandung niatan jahat.
Baca Juga:
"Dia kan cuma komplain," tuturnya. Dia pun yakin polisi belum cukup bukti permulaan untuk menetapkan Lucia sebagai tersangka.
Namun Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, Komisaris Besar Adi Deriyan Mengatakan tidak ada yang janggal dalam proses penyelidikan kasus tersebut. Penyelidikan dalam kasus IT atau ITE, kata dja, berbicara wujud keilmuan apakah penyelidik melihat dugaan pidana atau tidak.
"Dari laporan tersebut, kalau laporan wujudnya gambar suara, itu akan lebih cepat," ujar dia. "Kalau ucapan dan gambar itu sifatnya lebih cepat disimpulkan ada pidana atau tidak."
Baca: Penyebab Polisi Bebaskan Penyebar Video Cekcok Pulau Reklamasi
Lucia merasa kasusnya itu berbeda dengan William Kimiadi, yang sebelumnya sempat dijadikan tersangka lantaran menyebarkan video percekcokan itu di dunia maya. "Dia memang melanggar UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)," ucapnya.
Ia pun sempat meminta pihak pengembang segera membuat koreksi atas pemberitaan William karena itu dia nilai sesat. "Itu ngaco," tuturnya.
Sedangkan kasusnya, menurut Lucia, adalah hal yang wajar bagi konsumen untuk mempertanyakan haknya. Dia merasa uang yang telah dia cicil kepada pengembang kini tidak jelas nasibnya. "Saya harusnya boleh bertanya," katanya. "Sekarang bertanya saja tidak boleh."
Selama ini, Lucia dan dua konsumen properti di pulau reklamasi, yaitu Lili Sunarti dan Fellicita Susantio, memang kerap mempertanyakan kelanjutan nasib mereka setelah kisruh izin pembangunan pulau. Kini ketiga konsumen yang rajin bertanya itu harus berurusan dengan polisi.