TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono memaparkan kronologi kasus penganiayaan B, bocah delapan tahun, oleh ibu angkatnya. Argo menjelaskan, kasus penyiksaan itu berawal dari tindakan SP, ibu kandung korban, yang menitipkan korban kepada LS atau Bunda.
"SP dan LS ini sudah berteman sejak 11 tahun yang lalu. Jadi LS tidak keberatan dititipi oleh si SP," ujar Argo saat ditemui di Polda Metro Jaya, Minggu 4 Februari 2018.
Lebih lanjut, Argo menjelaskan, B sejak berusia tiga tahun sudah tinggal bersama neneknya di Kuningan, Jawa Barat. SP menitipkan B karena ia harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar kota, selain itu ia juga sudah bercerai dengan suaminya.
Setelah delapan tahun dititipkan, SP mendapat laporan bahwa B tidak diurus oleh sang nenek. Sehingga, pada bulan September 2016, ia meminta MR, tetangganya di Kuningan, untuk mengambil B dan menyerahkannya kepada LS.
MR yang merupakan kenalan SP dan LS, lalu mengambil B tanpa sepengetahuan sang nenek. Setelah diambil, MR lalu menyerahkan B kepada LS, hingga selanjutnya B dibawa ke rumah LS di Cileungsi, Bogor.
Selama dalam pengasuhan LS, B banyak mendapat tindakan kekerasan fisik, mulai dari dicubit, dipukul menggunakan kayu, hingga disiram air panas. Selain itu, B juga tidak disekolahkan oleh LS.
SP, ibu kandung korban, ternyata mengetahui anaknya disiksa oleh LS. Namun, dia memilih untuk membiarkan hal itu dengan alasan masih bekerja di luar kota.
"Selama dititipkan ke neneknya dan ke LS, ibu kandung korban melakukan penelantaran. Tidak pernah ditemui dan dinafkahi," ujar Argo.
Masyarakat sekitar rumah LS yang mengetahui tindakan penganiayaan itu, lantas mendesak LS untuk mengembalikan B kepada ibu kandungnya.
Merasa ditekan, pada bulan Desember 2017, LS menyerahkan B kepada MR, orang yang dulu mengambil B tanpa sepengetahuan neneknya.
Setelah diserahkan, B lalu diboyong MR ke rumahnya yang berada di kawasan Karang Anyar, Kemayoran, Jakarta Pusat. Setelah tinggal di sana selama beberapa minggu, anak MR menyadari bahwa B merupakan anak hilang yang dicari nenek dan bibinya.
"Anak itu lalu melapor kepada saksi Asep, yang merupakan tetangga B di Kuningan," kata Argo.
Asep lalu secara sembunyi-sembunyi menggondol B pulang ke Kuningan tanpa sepengetahuan MR. Di sana, B akhirnya bisa bertemu kembali dengan nenek dan bibinya. Selain diasuh, B juga disekolahkan kembali di sana.
Setelah masuk sekolah, para guru lalu memvideokan beberapa luka lebam di tubuh B, yang merupakan hasil penyiksaan tersangka LS. Setelah video itu viral, polisi akhirnya bergerak dan mengamankan, LS, SP, dan MR.
Ketiganya dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 76B Jo Pasal 77B dan/atau Pasal 76C Jo Pasal 80 Ayat 1 dan/atau Pasal 76F Jo Pasal 83 dan/atau Pasal 76I Jo Pasal 88 UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan/atau pasal 328 KUHP dan/atau Pasal 330 KUHP dan/atau 351 KUHP.
"Ancaman pidana kurungan maksimal 15 tahun penjara," ujar Argo menjelaskan kasus penganiayaan anak ini.