TEMPO.CO, Jakarta -Jaksa Herlangga Wisnu menuntut terdakwa ujaran kebencian Asma Dewi dua tahun penjara dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 6 Februari 2018.
Terdakwa Asma Dewi dianggap terbukti melanggar pasal 28 ayat 2 junto pasal 45 ayat 2 Undang-undang RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dengan UU nomor 19 tahun 2016 sebagaimana dalam dakwaan ke satu.
"Ada empat pasal alternatif yang kami dakwakan ke terdakwa. Kenapa pasal (pasal 28 ayat 2 tentang ITE) itu yang kami pilih, sebab itu yang terbukti," kata Herlangga.
Baca : Tuntutan Ujaran Kebencian, Pengacara: Postingan Asma Dewi Kritik
Pada 21 Juli 2016 ada berita berjudul “Malaysia wajibkan siswa belajar bahasa Jawa di sekolah” dikomentari oleh Asma Dewi melalui akunnya diberikan komentar “Kalau disini wajib belajar bahasa China.”
Lalu pada 22 Juli 2016 di berita berjudul “Bahan baku vaksin palsu dari China, tapi Jokowi malah ijinkan China bangun pabrik vaksin”, lalu akun Facebook Asma Dewi reposting dan menanggapi dengan komentar “Wah parah semua yang nggk beres China.”
Pada tanggal yang sama Asma Dewi menggunggah ulang terhadap postingan akun Facebook Shiva Silva dengan caption gambar “Beredar Pesan Untuk TKI Agar Hati-Hati Bawa Tas Jangan Sampai Terbuka, Karena China Akan Hancurkan Indonesia LewatTKI – Suara BMI.”
Masih di 22 Juli 2016, akun Facebook Asma Dewi menyebarkan Video Primetime News tayangan Metro TV dengan judul “Mentan yakin impor jeroan stabilkan harga” dengan komentar “Edun." Ditambah, Asma Dewi mengunggah ulang dan menanggapi dengan komentar “Rezim koplak. Di luar negeri di buang di sini disuruh makan rakyatnya.”
Menurut dia, dalam tuntutan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan kesatu. Adapun keempat dakwaan yang menjadi alternatif dakwaan ke Asma Dewi adalah Undang-undang ITE, UU Anti Diskriminasi, Pasal 156 KUHP tentang SARA, dan Pasal 207 KUHP tentang Menghina Aparat.
Herlangga menuturkan berdasarkan fakta selama persidangan, maupun dari keterangan saksi, ahli, serta memperhatikan barang bukti yang ada, dakwaan yang paling tepat adalah UU ITE.
Selain itu, dakwaan juga diperkuat dari petunjuk, dan keterangan terdakwa selama persidangan. Jaksa berkeyakinan bahwa pasal dalam dakwaan ke satu itulah yang terbukti. Alasannya, ada empat postingan yang diunggah Asmadewi, yang dianggap membuat resah.
"Tiga postingan dengan (menyinggung) ras tertentu, yaitu etnis Cina. Dan satu postingan golongan, ada golongan pemerintah yang tentang rezim koplak. Itu yang jadi pertimbangan."
Herlangga menuturkan karena dakwaan alternatif, jadi Jaksa bebas memilih pasal yang paling terbukti diperbuat terdakwa. Artinya, kalau dipilih salah satu memang yang lainnya tidak perlu lagi. "Kami pilih yang paling terbukti, karena berdasarkan fakta persidangan sebelumnya," ucapnya.
Selain itu, terdakwa dianggap berbelit dalam menyampaikan kesaksiannya, bahkan tidak mengakui unggahannya dapat menimbulkan informasi yang dapat menyebarkan kebencian. Padahal, terdakwa mengaku membuat akun facebook sebagai alat politik.
Dalam pemeriksaan terdakwa di persidangan. Terdakwa ditanya tujuan membuat Facebook teraebut. "Saat itu dijawab karena setelah pemilu 2014, saya untuk alat politik. Sebab waktu itu jagoan saya kalah," tuturnya. "Berdasarkan keterangan ahli terdakwa mengetahui postingannya menimbulkan efek."
Pengacara Asma Dewi, Nurhayati mengatakan pasal ya g dituntutkan oleh jaksa, ngawur dan tidak mendasar. Kuasa hukum sudah menghadirkan tujuh ahli dengan dua saksi fakta yang menyatakan bahwa memang apa yang diunggah Asma Dewi itu sama sekali tidak mengandung unsur pidana. "Ujaran kebenciannya secara bahasa pun tidak ada. Bahkan, untuk ahli political etnisitas mengatakan bahwa ini muatan politisnya sangat besar sekali," ucap Nurhayati.