TEMPO.CO, Jakarta - Polisi memastikan telah memeriksa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, yang disiram air keras dan membuat berita acara pemeriksaan (BAP) secara resmi. "Sudah kami BAP," kata juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, di kantor Polda Metro Jaya, Selasa, 13 Februari 2018.
Argo menuturkan pemeriksaan itu telah dilakukan pada 2017 di Singapura. Dalam pemeriksaan itu, kata Argo, Novel Baswedan dimintai keterangan terkait dengan kronologis penyerangan dirinya.
Sampai saat ini, Argo belum bisa memastikan apakah akan ada pemeriksaan tambahan terhadap sepupu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu. "Nanti kita lihat apakah penyidik masih memerlukan atau tidak."
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Meliala menyebutkan BAP Novel Baswedan ternyata tipis sekali, yakni tiga lembar. "Makanya itu bukan suatu BAP yang dalam, makanya hendak diperkaya dengan BAP yang baru."
Baca: Saksi Kasus Novel Baswedan: Ketum Pemuda Muhammadiyah Beri Video
Menurut Adrianus, tidak ada salahnya jika kepolisian kembali mengambil keterangan Novel Baswedan untuk memperkaya BAP itu. "Masalahnya bahwa dari pengakuan polisi, kelihatannya Pak Novel irit bicara," tutur dia. "Kalau ditanya berbagai hal selalu bilang nanti serahkan saja kepada TGPF (tim gabungan pencari fakta)."
Penyerangan terhadap Novel Baswedan terjadi pada Selasa pagi, 11 April 2017. Novel disiram air keras setelah melaksanakan salat subuh di Masjid Al-Ikhsan, tak jauh dari rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hingga saat ini, Polda Metro Jaya belum menangkap pelaku penyerangan walau telah merilis dua sketsa wajah terduga pelaku pada 24 November 2017.
Novel Baswedan merupakan penyidik KPK yang terlibat dalam pengungkapan kasus-kasus besar yang menjerat banyak pejabat negara.
Beberapa kasus Novel Baswedan di antaranya suap cek pelawat Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom tahun 2004; korupsi Bank Jabar tahun 2009; suap bekas Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu, tahun 2011; korupsi proyek simulator SIM Korlantas Polri tahun 2012; suap ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, tahun 2013; dan megakorupsi proyek e-KTP 2014.