TEMPO.CO, Jakarta -Pengacara mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Josefina Agatha Syukur menyampaikan penyebab pengajuan memori peninjauaan kembali kasus penistaan agama yang menjerat kliennya.
Josefina Agatha Syukur memaparkan pengajuan itu berdasarkan fakta-fakta yang tidak dipertimbangkan dalam pengadilan tingkat pertama. Salah satu yang menjadi pertimbangan Ahok yakni perbedaan penggunaan pasal dalam tuntutan jaksa dengan pasal yang dipakai oleh hakim.
Baca : Bertekad Jegal PK Ahok, Begini Jurus Eggi Sudjana
“Semua itu dimasukkan dalam memori PK yang diserahkan ke PN kata Josefina di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu, 21 Februari 2018.
Menurut Josefina secara detail akan disampaikan dalam persidangan ada 26 Februari 2018. Dalam pengajuan PK ini yang ditunjuk sebagai kuasa hukum hanya tiga orang. “Saya sendiri, Bu Fifi dan Pak Daniel” paparnya.
Sebelumnya, juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jootje Sampaleng, menyatakan pengajuan berkas permohonan peninjauan kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah masuk pada 2 Februari 2018.
Berkas permohonan PK perkara pidana penodaan agama atas nama Ahok itu diajukan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diteruskan ke PN Jakarta Utara untuk dilimpahkan ke Mahkamah Agung.
"Berkas permohonan PK diajukan kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Karena kuasa hukum berdomisili di Jakarta Pusat, berkasnya diajukan lewat sana," ujar Jootje saat ditemui Tempo di PN Jakarta Utara, Senin, 19 Februari 2018.
Majelis hakim menghukum Basuki alias Ahok selama dua tahun penjara. Menurut hakim, Ahok terbukti melanggar Pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama.
Simak juga: Ahok Ajukan PK, Persaudaraan Alumni 212: Jangan Pancing Umat...
Putusan hakim ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menyatakan Ahok terbukti bersalah melanggar Pasal 156 KUHP tentang penistaan terhadap suatu golongan. Sebelumnya jaksa meminta hakim menghukum Ahok selama satu tahun penjara dengan percobaan dua tahun.
Lebih lanjut, Jootje menjelaskan, Ahok berhak mengajukan permohonan PK kendati masih menjalani hukuman pidana selama alasan pengajuannya sesuai dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2 huruf a KUHAP.
"Alasan itu antara lain adanya novum baru (barang bukti), kekhilafan hakim, dan pertentangan keputusan yang diminta tinjau kembali," ujar Jootje. Dengan memenuhi salah satu alasan itu, Ahok dan kuasa hukumnya berhak mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK).