TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta William Sabandar mengatakan Sandiaga Uno bukan ditagih untuk bayar utang, melainkan pekerjaan. Dalam kunjungan kerja ke Jepang, Sandiaga Uno mengaku dia diminta oleh pemerintah Jepang agar membantu pembayaran proyek MRT.
"Itu pembayaran pekerjaan yang menurut mereka terlambat," kata William saat dihubungi, Kamis, 22 Februari 2018.
William mengatakan pihaknya menjalankan pengerjaan proyek MRT dengan sebuah prosedur yang sesuai dengan tata kelola. "Kita memang melakukan percepatan dan pembayaran semua kita uji dan lakukan. Diinformasikan memang yang dibayar ini adalah yang benar-benar dilaksanakan di lapangan," kata William saat dihubungi, Kamis, 22 Februari.
Baca: Sandiaga Uno Ditagih Bayar Utang MRT Saat Kunjungan ke Jepang
Dari Jepang, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan ditagih untuk bayar utang proyek MRT yang sudah lama tertunda pembayarannya. Menurut Sandiaga, dia diminta membantu agar pembayaran dapat segera dilakukan.
Dalam siaran persnya, Sandiaga Uno menyampaikan isi pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Kazuyuki Nakane, Selasa, 20 Februari 2018. Seusai pertemuan, Sandiaga menjelaskan bahwa Jepang tertarik untuk kembali bekerja sama pada fase berikutnya dalam proyek pembangunan MRT Jakarta.
"Selain itu, pemerintah Jepang meminta bantuan dari pihak Pemprov DKI Jakarta untuk dapat segera membayar proyek MRT yang sudah cukup lama tertunda pembayarannya," ujar Sandiaga Uno melalui siaran pers.
Baca: Loko Kereta MRT Jakarta Sempat Disebut Mirip Jangkrik, Kini
Menurut William, sebenarnya masalah pembayaran proyek MRT ini adalah proses bergerak. "Total Rp 16 triliun itu kan fase satu. Yang sudah dialokasikan uangnya ada Rp 14 triliun. Yang Rp 2,56 triliun yang akan dialokasikan untuk fase dua. Kita progresnya kita bayar sesuai dengan progres yang dikerjakan di lapangan," kata William.
Dirut PT MRT itu mengatakan pembayaran dilakukan sesuai dengan progres pembangunan. Dalam situs resmi PT Mass Rapid Transit Jakarta, tercatat progres pembangunan hingga 31 Januari 2018 sebesar 90,96 persen. "Kita bayar sebesar itu hanya proses pembayaran ini harus diadministrasikan karena ada yang dibayar, tapi belum dilakukan amandemen kontrak," ujar William.
Soal pembayaran proyek MRT, William mengatakan masalah ini berkaitan dengan pekerjaan dari MRT kepada sejumlah kontraktor. "Yang harus kita hitung hati-hati. Karena kalau semua pekerjaan subkontraktornya kita bayar, angkanya bisa di atas Rp 16 triliun, bisa Rp 20 triliun lebih itu," ujar William.