TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyegel 362 hektare lahan yang telah dibangun vila liar di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi lahan hutan konservasi itu di Desa Karang Tengah, Babakan Madang, dan Desa Bojong Koneng, Megamendung.
Pemerintah Kabupaten Bogor telah menerima permohonan bantuan dari Kementrian LHK untuk penertiban bangunan dan vila liar di Blok Cisadon yang dimiliki lima jenderal dan sejumlah pengacara serta pengusaha.
Baca juga:
Ada Jenderal dan Pengacara Kuasai Hutan Lindung 370 Ha di Puncak 1
5 Vila di Puncak Milik Jenderal dan Pengacara Akan Dibongkar
Pada tahap pertama, sebanyak 15 dari 60 bangunan dan vila akan dibongkar dalam tiga bulan ke depan. Sisanya, 45 bangunan dan vila, menyusul setelahnya.
“Surat permintaan pembongkaran bangunan dan di kawasan Blok Cisadon, Kecamatan Babakan Madang, sudah kami terima dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru-baru ini,” kata Kepala Bidang Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor Agus Ridho, Jumat 2 Maret 2018.
Untuk menuju kawasan perbukitan di Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Babakan Madang dan RPH Cipayung-Megamendung, Kabupaten Bogor, tak mudah dilewati.
Salah satu akses masuk ke kawasan yang dikenal sebagai blok Cisadon tersebut adalah melalui Jalan Pusdik Polri, Megamendung.
Jalan berbatu yang menanjak dan berkelok-kelok menghadang hingga jantung kawasan Cisadon, tempat berdirinya vila yang disebut-sebut milik pengusaha properti Yulius Puumbatu. Selama ini, hanya mobil offroad yang bisa sampai titik yang termasuk kawasan konservasi itu. Akhir-akhir ini, setelah jalan banyak yang longsor, hanya sepeda motor trail dan pejalan kaki yang bisa melintas.
Tempo menjelajahi kawasan ini dari Sabtu sampai Ahad, 3-4 Maret 2018. Beberapa bagian dari kawasan konservasi itu telah berubah menjadi kebun kopi, kebun cengkeh, dan tempat tetirah.
Di dinding vila yang disebut-sebut milik Yulius, terpasang spanduk bertulisan “Keluarga Besar Paguyuban Pondok Pemburu Cisadon”. Pada spanduk itu ada sejumlah foto seorang lelaki berkumis bersama beberapa orang berseragam tentara.
Pada Kamis 1 Maret 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta jaksa pengacara negara memasang plang pengumuman di sejumlah titik di kawasan Cisadon.
Plang itu berisi keterangan bahwa tanah tersebut milik Departemen Kehutanan dan dikelola oleh Perum Perhutani Bogor. Plang tersebut juga mencantumkan ancaman hukuman bagi siapa pun yang mengklaim lahan negara tersebut.
Kemarin, di beberapa titik dekat plang yang dipasang jaksa telah berdiri plang tandingan. Yulius, melalui kuasa hukumnya, Harris Arthur Hedar dan Andi Syamsuddin, berkukuh mengklaim lahan itu milik dia.
Sejumlah warga setempat yang ditemui Tempo menuturkan, sejak 1990-an, banyak pejabat dan pengusaha asal Jakarta yang membeli lahan di kawasan Cisadon dari para biong alias makelar tanah. Makelar menjual lahan Rp 20–60 ribu per meter persegi.
Hingga kemarin, Tempo masih menjumpai beberapa orang yang menyatakan “siap membantu” bila ada orang Jakarta yang ingin membeli lahan.
Simak juga: Bongkar Vila Liar, Jokowi: DKI Bantu Rp 5 Miliar
Belakangan, sejumlah pejabat dan pengusaha asal Jakarta itu terlibat konflik. Mereka berebut mengklaim sebagai pemilik lahan. Karena konflik itu, menurut sejumlah warga, sejak tujuh bulan terakhir Yulius “menyewa” beberapa orang berseragam tentara untuk menjaga lahannya. “Tentara bayaran itu pergi sejak ada penyegelan oleh pemerintah pusat,” kata seorang warga.
Wakil Administratur Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan Bogor, Imam Widodo, membenarkan adanya warga setempat yang bekerja sama dengan para makelar untuk menjual hutan konservasi secara ilegal yang telah dibangun vila di kawasan Puncak. “Kami berencana memanggil mereka untuk dimintai keterangan,” tutur Imam.