TEMPO.CO, Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghadirkan pemimpin Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Zainal Anshori sebagai saksi teror bom Sarinah dengan terdakwa Aman Abdurrahman.
Zainal menjelaskan, dalam setiap pengajian, Aman selalu menolak sistem demokrasi. Menurut Aman, sistem demokrasi adalah sirik sehingga ia memperingatkan agar Indonesia melepaskan sistem tersebut dan menggantinya ke sistem khilafah.
Baca juga: Aman Abdurrahman Didakwa Sebagai Aktor Intelektual Bom Sarinah
Pada awal sidang yang digelar Jumat, 9 Maret 2018, tim jaksa penuntut umum membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Zainal. Ia pun membenarkan pernyataan yang dibacakan jaksa.
"Dikupas bahwa demokrasi termasuk sirik afdal yang bisa membatalkan keislaman seseorang. Sedangkan yang masuk dalam sirik afdal itu sendiri, yaitu menyembah berhala, berdoa kepada selain Allah, berkorban kepada selain Allah, menaati hukum selain hukum Allah. Sehingga wajib bagi setiap muslim untuk melepaskan diri dari sistem sirik demokrasi ini,” demikian kesaksian Zainal dalam BAP.
Selain itu, kata Zainal, inti dari seri materi tauhid, baik dari buku Ustad Aman maupun tausiah dari mp3, adalah menggalakkan siriknya demokrasi dan wajibnya melepaskan diri dari sistem demokrasi.
Hal tersebut antara lain tidak terlibat dalam pesta demokrasi, seperti pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.
Zainal menilai orang-orang yang menjalankan dan mengikuti sistem demokrasi disebut kafir. "Mereka yang tidak menggunakan hukum Allah adalah kafir," ujarnya.
Zainal Anshori merupakan pimpinan JAD di Jawa Timur. Ia mengakui Aman, terdakwa bom Sarinah, adalah gurunya, dan mengenalnya dalam sebuah pengajian.