TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan baru sekitar 60 persen warga Jakarta yang terlayani oleh perusahaan penyedia air bersih, yakni PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, PT PAM Lyonnaise Jaya, dan PT Aetra Air Jakarta.
Sebanyak 40 persen sisanya masih mengambil air tanah. “Itu mengakibatkan permukaan tanah turun secara drastis,” ujar Sandiaga Uno di Balai Kota, Rabu, 14 Maret 2018.
Menurut Sandiaga Uno, gedung-gedung bertingkat menjadi pelanggar penyedot air tanah terbesar. Pemerintah akan menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat, khususnya menengah ke bawah, dengan menyediakan air bersih. “Kami akan secara tegas melarang pengambilan air tanah secara ilegal,” ucap Sandiaga Uno.
Sandiaga Uno mengaku ingin mengkampanyekan gerakan berhenti menggunakan air tanah. Harapannya, pada 2030, sudah ada lagi penyedotan air tanah. “Semuanya akan tersalurkan airnya dan kita tidak mengambil lagi air tanah,” ujarnya.
Ada dua pendekatan, tutur Sandiaga, pipanisasi untuk air bersihnya dan air limbah. Kalau sudah bisa 100 persen, itu diyakini bisa menyetop penurunan permukaan tanah.
“Kami bisa menciptakan begitu banyak lapangan kerja dari segi konstruksi infrastruktur," ucap Sandiaga.
Menurut Sandiaga Uno, infrastruktur mikro bukan yang skala besar berkaitan dengan air dan listrik yang akan disediakan. “Itu yang kami pastikan di DKI bisa terpenuhi lima tahun ke depan," kata Sandiaga Uno.