TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan tanah ambles atau penurunan permukaan tanah di Jakarta sebesar 30-60 sentimeter per tahun disebabkan oleh penyedotan air tanah yang tidak terkontrol.
“Tokyo dan beberapa kota lain di dunia mengalami hal yang sama,” ucap Sandiaga Uno di Balai Kota Jakarta pada Kamis, 15 Maret 2018.
Baca juga: Walhi Tawarkan Lima Solusi Atasi Tanah Ambles
Menurut Sandiaga Uno, Pemerintah Provinsi DKI belum mempunyai aturan yang bisa menghentikan penyedotan air tanah. Regulasi harus segera dibuat agar dapat segera meminimalkan terjadinya penurunan permukaan tanah.
“Nah, ini harus kami buat regulasinya juga, harus yang paling kuat, perdalah,” ujarnya.
Sandiaga Uno ingin berinovasi agar air bersih untuk kebutuhan warga Jakarta bisa dipenuhi oleh PAM Jaya. Selama ini, baru 60 persen warga Jakarta yang terlayani kebutuhan air bersihnya. Sisanya menggunakan air tanah.
Menurut Sandiaga Uno, gedung-gedung bertingkat menjadi pelanggar penyedot air tanah terbesar. Pemerintah akan menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat, khususnya menengah ke bawah, dengan menyediakan air bersih.
“Kami akan secara tegas melarang pengambilan air tanah secara ilegal,” ucap Sandiaga Uno.
Sandiaga mengaku ingin mengkampanyekan gerakan berhenti menggunakan air tanah. Harapannya, pada 2030, sudah tidak ada lagi penyedotan air tanah.
“Semuanya akan tersalurkan airnya dan kita tidak mengambil lagi air tanah,” ujarnya.
Ada dua pendekatan, tutur Sandiaga, pipanisasi untuk air bersihnya dan air limbah. Kalau sudah bisa 100 persen, itu diyakini bisa menyetop penurunan permukaan tanah.
Simak juga: Razia Penggunaan Air Ilegal, Sandiaga Uno Hentikan Pemakaian Air
“Kami bisa menciptakan begitu banyak lapangan kerja dari segi konstruksi infrastruktur," ucap Sandiaga Uno.
Menurut Sandiaga Uno, infrastruktur mikro bukan yang skala besar berkaitan dengan air dan listrik yang akan disediakan. “Itu yang kami pastikan di DKI bisa terpenuhi lima tahun ke depan," kata Sandiaga Uno soal tanah ambles di Jakarta.