Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, ancaman kerusakan eksosistem pesisir di Jakarta makin mengkhawatirkan dan mengganggu penyediaan air bersih bagi warga ibu kota. Tekanan terhadap kondisi pesisir disebabkan oleh aktvitas pembangunan itu sendiri.
“Praktik ocean sprawl yang marak terjadi di Jakarta seperti pembangunan pelabuhan New Tanjung Priok dan reklamasi teluk Jakarta merupakan contoh aktivitas yang mengubah habitat laut menjadi ruang baru merupakan salah satu ancaman ekosistim Jakarta,” kata Abdi.
Iklan
Baca: Emil Salim Usulkan Tiga Solusi Atasi Sampah di Teluk Jakarta
Menurut dia, terdapat kontribusi yang hampir sama bahwa kerusakan ekosistim pesisir dilakukan oleh masyarakat yang membutuhkan air bersih dengan kegiatan pembangunan yang difasilitasi oleh negara secara massif.
Selain penyediaan air bersih dan ocean sprawl, masalah pelik lainnya yang dihadapi pesisir ibukota Jakarta adalah masalah persampahan. Akibat penanganan yang tidak terpadu dari hulu ke hilir, pesisir Jakarta menjadi lokasi pembuangan alami sampah warga DKI dan sekitarnya.
“Belum lagi pada musim barat (Desember-Februari) setiap tahunnya, karena dinamika oseanografi, sampah perairan di Teluk Jakarta terbawa arus dan gelombang hingga ke pesisir Jakarta,” ucapnya.
Akibatnya pesisir Muara Angke dan hutan mangrove, kata Abdi, menjadi daerah yang terkena dampak berupa timbunan sampah dari berbagai jenis. Sampah yang tidak terurus dan menumpuk di pesisir Jakarta akan menyebabkan dampak lingkungan, kesehatan dan sanitasi bagi warga pesisir Jakarta.
“Perlu ada keterpaduan dalam penanganan
sampah di pesisir Jakarta dengan mengadopsi penggunanan teknologi pengolahan sampah yang modern. Hal ini bertujuan agar dampak dari manajemen persampahan yang tidak dikelola dengan baik, tidak menimbulkan implikasi pembangunan yang makin luas dan bisa mencoreng wajah Indonesia di mata internasional,” paparnya.