TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Transportasi Jakarta (SPTJ) menuntut manajemen Transjakarta memenuhi kesepakatan bersama yang ditandatangani pada 29 September 2017. Dari tiga poin yang disepakati, manajemen belum melaksanakan kesepakatan terakhir untuk mengangkat 1.847 tenaga kontrak, yang direkrut pada 2016-2017, menjadi karyawan tetap.
Ketua SPTJ Budi Marcello Lesiangi mengatakan manajemen menolak poin ketiga tersebut dengan alasan keputusan itu hanya berupa rekomendasi. “Saya seperti dibohongi oleh keputusan yang dibuat September lalu,” katanya, Senin, 19 Maret 2018.
Menurut Budi, dua poin yang sudah dipenuhi manajemen adalah mengangkat 4.316 pegawai dan 111 tenaga kontrak, yang telah bekerja sebelum 1 Januari 2015. “Dua poin itu sudah dilaksanakan,” ujarnya. Untuk memenuhi poin ketiga, Budi berencana membuat surat untuk bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan. “Dalam waktu dekat, kami akan buat suratnya,” ucapnya.
Konflik antara SPTJ dan manajemen Transjakarta pernah terjadi pada akhir Juli 2017. Manajemen Transjakarta dianggap melakukan pemecatan secara sepihak terhadap ratusan pekerja kontrak. Tak terima atas tindakan tersebut, para pekerja mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Kuasa hukum Serikat Pekerja, Azaz Tigor, mengatakan, dengan adanya kejadian yang menimpa para pekerja, ia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaudit manajemen Transjakarta. “Ke depan audit kinerja terhadap karyawan harus diperbaiki, audit keuangannya juga karena pakai APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), serta audit pelayanannya,” tuturnya.