TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan singkat mengenai fenomena hujan es yang terjadi di sebagian wilayah Kota Depok dan Kota Bandung pada Selasa, 20 Maret 2018. Penjelasan ini diberikan menyusul pesan berantai yang menginformasikan terjadinya hujan es.
Juru bicara BMKG, Hary Tirto Djatmiko, mengatakan hujan es merupakan fenomena cuaca alamiah yang biasa terjadi. "Hujan es biasanya disertai dengan kilat atau petir dan angin kencang berdurasi singkat,” katanya. “Lebih banyak terjadi pada masa pancaroba, baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya."
Menurut Hary, biasanya sebelum terjadi hujan es, satu hari sebelumnya udara terasa panas dan gerah. Kondisi ini terjadi akibat adanya radiasi matahari yang cukup kuat di bumi. Indikasinya diperlihatkan dari perbedaan suhu udara lebih dari 4,5 derajat Celsius antara pukul 07.00 dan 10.00.
Tahap berikutnya, mulai pukul 10.00 terlihat tumbuh awan cumulus (awan putih berlapis-lapis) yang berubah cepat menjadi cumulonimbus (awan abu-abu atau hitam). "Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba-tiba, apabila hujannya gerimis maka angin kencang tidak akan terjadi," kata Hary.
Menurut Hary, fenomena hujan es biasanya diawali dengan hujan lebat seketika. Kategorinya hujan lokal dengan luasan 5-10 kilometer saja. Hujan semacam ini biasanya juga sangat singkat, hanya berlangsung sekitar 10 menit. BMKG tidak bisa memprediksi hujan es secara spesifik. “Sebab hanya bisa diprediksi sekitar satu jam sebelum kejadian setelah melihat tanda-tanda yang muncul,” katanya.