TEMPO.CO, Jakarta - Persidangan Konflik antara penghuni dan pengelola Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, memasuki tahap akhir.
Putusan perkara dugaan mark-up tagihan listrik dan air oleh pengelola dan pengembang apartemen rencananya dibacakan hari ini, Rabu, 21 Maret 2018, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Setelah 30 kali sidang sejak 19 Juni 2017," kata kuasa hukum penghuni Kalibata City, Syamsul Munir, dalam keterangannya di Jakarta kemarin, Selasa, 20 Maret 2018.
Konflik bermula pada saat 13 penghuni Apartemen Kalibata City menggugat tiga pihak, yakni PT Pradani Sukses Abadi selaku pengembang, PT Prima Buana Internusa (pengelola), serta Badan Pengelola Kalibata City, karena diduga melakukan mark-up atau menggelembungkan tagihan listrik dan air.
Sejumlah keterangan disampaikan kepada majelis hakim selama persidangan. Pada Rabu, 22 November 2017, penggugat menghadirkan seorang saksi bernama Bambang Setyawan, mantan penghuni apartemen. Bambang menyatakan adanya tindakan mark up oleh pengelola dan
pengembang, tagihan listrik yang seharusnya Rp 1.352 setiap kilowatt per jam (kWh) namun oleh badan pengelola ditagihkan Rp 1.558 per kWh.
Baca: Susahnya Mengerem Bisnis Esek-esek di Kalibata City
"Ada mark-up tagihan listrik oleh yang menagih, yakni badan pengelola," kata Bambang kepada Ketua Majelis Hakim Ferry Agustina.
Herjanto Widjaja Lombardi, pengacara PT Pradani Sukses Abadi membantah semua tuduhan. "Itu tidak benar," kata Herjanto. Menurut dia, selama ini pengelola Apartemen Kalibata City menagih pembayaran listrik dan air kepada penghuni sesuai tarif PLN dan PT PAM Lyonnaise Jaya.