TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan telah melibatkan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dalam pembahasan revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 149 Tahun 2016.
Aturan itu telah berubah menjadi Pergub Nomor 25 Tahun 2017 tentang Teknologi Jalan Berbayar atau electronic road pricing (ERP). Penyusunan oleh tim revisi, ujar Sigit, juga ikut melibatkan KPPU.
“Tapi tetap diapresiasi saran dan masukannya, bukan sebagai arahan,” kata Sigit di Dermaga Marina Ancol, Jakarta Utara, pada Rabu, 21 Maret 2018.
Baca: KPPU Kritik Proses Lelang ERP DKI Jakarta
Menurut Sigit, penilaian dasar dan evaluasi teknologi ERP adalah kriteria output. Untuk revisi dari pasal dan ayat yang disebutkan hanya sebagai dasar rujukan dalan pergub.
“Yang kami kejar adalah kriteria output,” ucapnya.
Soal teknologi, kata Sigit, harus dipastikan terjadi peningkatan kemampuan dibanding yang lain. Kalau mengenai jalan berbayar, bisa dibandingkan dengan jalan tol yang telah menggunakan sistem elektronik.
“Kemudian kami harus menyederhanakan proses tapi tetap mengutamakan kualitas. Makanya bicara improve ability menjadi suatu hal yang mutlak. Jadi kami tidak akan bicara pasal yang menyebutkan ‘akan’ atau ‘telah’. Itu biarkan saja,” katanya.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengungkapkan, dalam Pergub DKI Nomor 25 Tahun 2017, tertutup kesempatan bagi perusahaan teknologi ERP yang alatnya belum pernah digunakan di kota-kota di negara lain. Seharusnya, dia melanjutkan, pemerintah DKI memberikan kesempatan kepada semua perusahaan untuk mengikuti lelang ERP.
“Enggak apa-apa dia (teknologi ERP-nya baru) belum proven, asalkan disertifikasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika,” ujar Syarkawi.
Menurut Syarkawi, teknologi ERP yang sudah teruji di negara lain belum tentu berhasil diterapkan di Jakarta. Sebab, karakteristik kendaraan, jalan, dan perilaku sopir di Jakarta berbeda dengan negara lain yang telah menerapkan ERP.
Kepala Bagian Humas KPPU Zulfirmansyah telah menyampaikan surat saran dan pertimbangan ihwal Pergub DKI Nomor 25 Tahun 2017 itu ke pemerintah DKI pada 21 Februari.
Dalam surat itu, KPPU menyarankan pemerintah DKI menghapus frasa “telah digunakan di area perkotaan dunia” dan mengubahnya menjadi “dapat digunakan di area perkotaan dunia”.
Zulfirmansyah menambahkan, saran dari KPPU itu tidak wajib diikuti. Namun, jika KPPU telah memberikan saran, artinya ada potensi dugaan pelanggaran. “Ke depannya dikhawatirkan akan bermasalah,” tuturnya.
Sebelumnya, pada 2016, KPPU juga meminta pemerintah DKI mengulang lelang ERP karena berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli.
Sebab, Pergub Nomor 149 Tahun 2016 yang mendasari lelang ERP kala itu hanya memperbolehkan satu teknologi ERP, yakni dedicated short-range communications (DSRC) frekuensi 5,8 GHz.
Pada Februari 2018, pemerintah DKI mengulang lelang sistem ERP untuk kedua kalinya karena jumlah peserta lelang yang lolos tahap prakualifikasi kurang dari tiga perusahaan.
Sedikitnya jumlah peserta lelang yang lolos prakualifikasi diduga akibat terganjal syarat yang ditetapkan panitia lelang. Syarat itu adalah perusahaan yang ingin mengikuti lelang ERP harus punya aset lebih dari Rp 5 triliun.