TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah DKI Jakarta dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai mengembangkan pengolahan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi dengan teknologi mutakhir penghasil energi listrik.
"Teknologi yang sedang dibuat percontohan adalah pengolahan sampah secara termal yang menghasilkan energi listrik," kata Kepala BPPT, Unggul Priyanto, di TPST Bantargebang, Rabu, 21 Maret 2018.
Menurut Unggul, teknologi itu sudah proven dan paling banyak dipakai di sejumlah negara maju seperti Jepang, Jerman, dan negara-negara eropa lainnya. Teknologi ini, ujar dia, dilengkapi dengan sarana pengendalian pencemaran, baik air maupun udara. "Sehingga aman untuk lingkungan," ujar Unggul.
Unggul mengatakan, pada proyek percontohan di TPST Bantargebang itu akan dibangun satu unit pengolahan sampah secara termal dengan kapasitas pengolahan 50 ton sampah sehari. Adapun listrik yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah sebanyak itu mencapai 400 kilowatt menggunakan teknologi termal tipe stoke-grate.
"Kami berharap pembangunan proyek percontohan ini selesai dalam waktu setahun, sehingga bisa segera diuji coba dan dioperasikan," ucap Unggul.
Deputi Koordinasi Bidang Infrastuktur Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman, Ridwan Jamaludin, mengatakan pemerintah sedang menyiapkan peraturan presiden terkait proyek infrastuktur energi asal sampah kota-kota besar di Indonesia. "Boleh dibangun dulu tanpa harus menunggu (revisi perpress) selesai, bisa paralel," kata dia.
Menurut Ridwan, dalam peraturan itu ada 10 kota besar di Indonesia yang diwajibkan mengolah sampah menjadi energi, mulai dari barat sampai timur Indonesia bagi daerah penghasil sampah paling banyak. Salah satunya DKI Jakarta yang memproduksi sampah hingga 7000 ton sehari. Sampah tersebut dibuang ke TPST Bantargebang.
Uji coba proyek listrik sampah di TPST Bantargebang bukan hanya kali ini. Beberapa tahun lalu, juga dikerjasamakan dengan PT Godang Tua Jaya. Namun, proyek tersebut dinyatakan rugi pada 2014, karena produksi listriknya hanya 6 MW dengan pendapatan kurang dari Rp 10 miliar.
Direktur Utama PT Godang Tua Jaya Rekson Sitorus--operator TPST Bantargebang saat itu-- mengatakan pembangkit listrik dengan cara membakar gas methana sampah menggunakan engine tak mampu memberikan keuntungan besar. "Lebih besar modalnya ketimbang hasilnya," kata Rexon, 12 September 2014.
Padahal proyek listrik sampah di Bantargebang telah berjalan enam tahun dengan target produksi listrik seluruhnya 26 MW yang dijual ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Selama enam tahun berjalan, TPST Bantargebang telah memasang dua gas engine, fuel skid, flare stack dan trafo. Masing-masing engine menghasilkan listrik 3,2 MW, dan 3,4 MW.