TEMPO.CO, Jakarta – PD Perusahaan Air Minum atau PAM Jaya akan menandatangani perjanjian restrukturisasi dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra), pada Rabu 21 Maret 2018.
Direktur Utama PAM Jaya Erlan Hidayat mengatakan ketiga pihak masih menghitung water charge yang harus dibayarkan PAM Jaya kepada Palyja dan Aetra. Kendati belum mencapai kata sepakat, Erlan tak ingin menunda restrukturisasi kontra itu.
Baca: Sandiaga Uno: PAM Jaya Belum Mampu Sediakan 40 Persen Air Bersih
"Kami belum selesai menghitung, tapi saya enggak mau menunda lagi. Water charge terus kami hitung, tapi hal-hal lain yang udah disepakati saya mau ikat dulu, enggak mau tunda," kata Erlan saat menghadiri acara coffee morning di kediaman Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Jakarta Selatan, Rabu, 21 Maret 2018 pagi.
Erlan mengatakan, PAM Jaya menargetkan water charge setelah restrukturisasi tak lebih dari Rp 3.500 per meter kubik. Angka itu merupakan biaya produksi, sebab nantinya pelayanan pelanggan alias distribusi akan kembali menjadi tanggung jawab PAM Jaya.
Adapun tarif air Palyja dan Aetra saat ini masing-masing yakni pada kisaran Rp 7.700 dan Rp 6.800 per meter kubik.
"Saat ini rata-rata water charge sekitar Rp 7.500 (per meter kubik). Angka saya enggak boleh lebih dari Rp 3.500 per meter kubik. Kalau lebih saya enggak mau," kata Erlan.
Restrukturisasi kontrak PAM Jaya bersama Palyja dan Aetra ini tak terlepas dari putusan Mahkamah Agung yang memenangkan kasasi Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta pada April tahun lalu.
Menurut majelis hakim kasasi, pemerintah DKI Jakarta harus menghentikan kebijakan privatisasi air bersih di Ibu Kota. Putusan kasasi ini membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menerima permohonan banding dari pemerintah DKI Jakarta, Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya), PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra).
Majelis hakim yang dipimpin Nurul Elmiyah menyatakan pemerintah Jakarta dan PAM Jaya (tergugat) melanggar aturan karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air bersih kepada mitra swasta, Palyja dan Aetra.
"Para tergugat telah merugikan masyarakat DKI Jakarta," demikian yang tertulis dalam amar putusan 10 April lalu.
Majelis hakim kasasi memerintahkan agar pengelolaan air dikembalikan kepada pemerintah Jakarta melalui PAM Jaya. Menurut hakim, kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra selama ini tidak meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pelayanan air bersih untuk warga Ibu Kota.
"PAM Jaya kehilangan kewenangan pengelolaan air minum karena dialihkan pada swasta," demikian isi putusan itu.
Pada bagian lain, majelis hakim menyatakan Palyja dan Aetra sebagai pihak turut tergugat harus menaati putusan kasasi ini.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | HENDARTYO HANGGI