TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan maladministrasi dalam kebijakan Gubernur Anies Baswedan atas penataan kawasan Tanah Abang. Khususnya untuk penempatan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Jatibaru Raya. Ombudsman menilai kebijakan itu telah melanggar lima peraturan perundang-undangan.
Ombudsman Jakarta Raya memberi rekomendasi kepada pemerintah DKI untuk memperbaiki kesalahan administrasi itu dengan memberi tengat 60 hari. Jika pemerintah tak menjalankan rekomendasi, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya akan mengusulkan kepada Ombudsman RI untuk menaikkan status laporan hasil akhir pemeriksaan (LHAP) menjadi rekomendasi yang berkekuatan hukum dan wajib ditaati.
Penilaian Ombudsman terhadap kebijakan Anies itu mengundang reaksi Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). ACTA adalah kelompok advokat yang selama ini mendukung pasangan Anies-Sandiaga Uno. Mereka berencana mengajukan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Kami akan mendaftarkan gugatan class action Senin minggu depan," kata Ketua ACTA Kris Ibnu Wahyudi, Rabu, 28 Maret 2018.
Dalam gugatan class action itu ACTA akan menyampaikan tiga tuntutan. Pertama mereka meminta Ombudsman dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua, Ombudsman dihukum untuk melakukan evaluasi dan perbaikan penanganan seluruh laporan. Ketiga, Ombudsman meminta maaf secara terbuka kepada rakyat Indonesia.
Kris menduga Ombudsman menerapkan standar ganda dalam memeriksa laporan dari masyarakat. Dia menyebut Ombudsman sebelumnya tak merespons laporan Wakil Ketua ACTA Ali Lubis soal dugaan maladministrasi dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dan pimpinan Partai Solidaritas Indonesia di Istana Presiden pada 1 Maret lalu.
Kris mengatakan dasar pelaporan itu sangat kuat, yakni bahwa Istana tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok orang. Namun laporan tersebut tidak mendapat tanggapan dari Ombudsman. "Ombudsman mengolok-olok kami sebagai pelapor dengan mengatakan ke media bahwa kami hanya curhat karena tidak menyebutkan identitas terlapor, padahal dalam UU Ombudsman tidak ada aturan harus mencantumkan terlapor," kata Kris.
Menurut Kris, Ombudsman justru bergerak cepat untuk memeriksa kebijakan Gubernur Anies Baswedan dalam penataan Tanah Abang. Padahal, Kris menilai, masalah ini bukan domain Ombudsman. Apalagi sebagai gubernur, Anies memiliki kewenangan mengeluarkan diskresi, seperti menutup Jalan Jatibaru itu. "Ombudsman begitu lamban dan terkesan berusaha menolak laporan kami, di sisi lain bisa begitu agresif mengusut Tanah Abang meski termasuk diskresi yang legal," ujarnya.