TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pemerintah untuk menghapus undang-undang terkait penodaan agama. Amnesty Internasional Indonesia sangat menyesalkan penolakan Mahkamah Agung (MA) atas Peninjauan Kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"MA kehilangan kesempatan untuk memperbaiki hukuman yang tidak adil dengan adanya undang-undang penodaan agama," kata Usman di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis 5 April 2018.
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Ahok pada 26 Maret 2018. Juru bicara Mahkamah Agung (MA), Suhadi, mengatakan alasan pemohon PK Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak dapat diterima majelis hakim, yang dipimpin Artidjo Alkostar. Dengan alasan itulah majelis hakim PK Ahok menolak permohonan yang diajukan kuasa hukum Ahok.
Baca: PK Ahok Ditolak, Fifi Lety: Silakan Ditafsirkan Sendiri
Usman mengatakan pada tahun 2017 sekitar 12 orang dipidana pasal penistaan agama. Sementara pada tahun 2005-2014 terdapat sekitar 106 orang yang dituntut dan dipidana dengan pasal penodaan agama.
Pengacara sekaligus adik dari Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Fifi Lety Indra menilai ada yang tak wajar dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Menurut Fifi putusan tersebut diumumkan terlalu cepat.
"Pada waktu kami mengajukan PK ada yang tidak wajar, PK ini begitu cepat diputus, langsung diumumkan sore harinya," kata Fifi.
Perkara PK Ahok diterima Kepaniteraan Pidana MA pada 7 Maret 2018 dan dikirimkan ke Majelis Pemeriksa Perkara Artidjo cs pada 13 Maret 2018. Ahok mengajukan PK atas vonis dua tahun bui yang ia terima atas perkara penistaan agama pada April 2017 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.