TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara menggelar operasi penindakan minuman keras (miras) yang tidak memiliki izin edar serta izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Departemen Kesehatan. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Utara AKBP Febriansyah mengatakan operasi ini digelar selama dua hari pada 5-6 April 2018.
"Dari kegiatan ini, kami berhasil menyita sebanyak 4.314 botol minuman keras yang tak memiliki izin edar maupun tak memiliki syarat standar kesehatan," katanya saat menggelar rilis kasus di halaman Polres Metro Jakarta Utara, Jumat, 6 April 2018.
Febriansyah menuturkan, dalam pengembangan operasi ini, polisi berhasil menangkap dua tersangka peracik sekaligus penjual minuman keras. Kedua pelaku itu berinisial YAB dan ST.
Baca: Polisi Buru Bang Brewok, Pemilik Pabrik Miras Oplosan Maut
Tersangka berinisial YAB merupakan penjual miras berjenis ciu. Miras ini merupakan minuman olahan yang tak memiliki izin, baik dari BPOM maupun Departemen Kesehatan.
Sedangkan tersangka berinisial ST merupakan pelaku praktik pengolahan dan pembuatan miras dengan mencampur alkohol, air, dan perasa. Setelah itu, miras tersebut dijual dengan merek terkenal, seperti Vodka, Whisky, dan Brandy.
Barang bukti sitaan berupa perwarna dan perasa makanan yang digunakan sebagai bahan campuran miras di halaman Polres Jakarta Utara, Jumat, 6 April 2018. TEMPO/Dias Prasongko
"Kami masih melakukan pengembangan karena penangkapan baru kemarin. Untuk pelaku ST, kami tangkap di wilayah Koja dan YAB kami tangkap di sekitar Pademangan," ujar Febriansyah.
Baca: Kisah Hari-hari Terakhir April, Ibu Muda Korban Miras Oplosan
Untuk ciu, tiap botol kemasan 600 mililiter dijual seharga Rp 30 ribu. Sedangkan minuman racikan yang diberi perasa dijual dengan harga Rp 500 ribu per 24 botol.
Menurut Febriansyah, pelaku penjual dan peracik miras ini bakal dijerat dengan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Kedua pelaku diancam hukuman lima tahun penjara.