TEMPO.CO, Tangerang - Pintu besi setinggi 2 meter dengan lebar 3 meter masih menutupi Gang Tunas III, Kelurahan Sukajadi, Karawaci, Kota Tangerang. Jalan ditutup merupakan buntut sengketa di atas lahan 6.965 meter antara sekitar 500 orang dari sekitar 200 kepala keluarga warga RT 03,04, 05 RW 05 melawan Hertati Suliarta.
Menurut warga sekitar, Thio Lian Seng, 53 tahun, warga sudah mendiami Gang Tunas III sejak 1969. Mereka menempati lahan tersebur secara turun temurun, sampai terbentuk tiga. "Sejak tahun 1970 sampai 2017, warga bayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Kami memiliki dokumen tanah berupa girik,"kata Lian Seng kepada Tempo di Gang Tunas III, Selasa, 10 April 2018.
Liang Seng bercerita, tiba-tiba pada 2016 datang seorang yang mengaku pengacara suruhan Hertati Suliarta. Mereka mengklaim tanah di Gang Tunas III merupakan tanah Hertati. "Pengacara itu door to door menunjukan fotocopi sertifikat dan minta seluruh warga mengosongkan rumah. Sebagian besar warga menolak. Meskipun ada yang kemudian ketakutan dan menerima uang ganti rugi bangunan dan tanah," ujar Liang Seng.
Warga yang mulai ketakutan dan terintimidasi itu, kata Liang Seng, digugat Hertati ke Pengadilan Negeri Tangerang. "Saya sudah ikuti sidang empat kali, tapi kemudian gugatan dicabut, akses jalan kami ditutup dengan pagar tembok bata setinggi dada orang dewasa," kata Liang Seng.
Karena jalan ditutup pagar, ratusan orang warga kesulitan beraktivitas. "Ibu-ibu membongkar pagar tembok itu, dan kami menggugat fasos fasum ke Pengadilan Negeri Tangerang," kata Liang Seng.
Sejak saat itu, ujar Liang Seng, warga kerap didatangi orang-orang sari organisasi massa tertentu. Karena mereka mulai ketakutan, kemudian menunjuk kuasa hukum Arjuna Ginting Soka.
Ginting mengatakan, saat ini kasus warga sudah didaftarkan banding ke Pengadilan Tinggi Banten. "Gugatan warga atas perbuatan melawan hukum (memagar jalan umum)," kata Ginting.
Melihat kondisi warga yang terus menerus mendapatkan tekanan, Ginting dalam waktu dekat melaporkan ke Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia. "Hak masyarakat dirampas, apalagi itu jalan umum akses warga yang dibangun pemerintah," kata Ginting.
Bahkan, menurut Ginting, laporan warga ke Kepolisian Sektor Karawaci ditolak. "Kami juga akan pertanyakan kenapa warga yang melaporkan perbuatan melawan hukum itu ditolak oleh kepolisian, mereka bahkan disuruh pulang," ujar Ginting.
Sementara itu, kuasa hukum Hertati Suliarta, Yoni, mengatakan tidak mepedulikan warga menggugat banding. "Klien kami (Hertati) punya tanah. Walau pun belum diputuskan pengadilan, berhak memagari tanahnya," kata Yoni.
Lurah Sukajadi, Mulyani, mengatakan sebaiknya warga melalui RT dan RW membuat surat resmi ke kantor Kelurahan Sukajadi. "Kami berkewajiban membantu memohon kepada pemilik tanah untuk dibuka gemboknya," kata Mulyani.
Mulyani mengaku sudah tahu lama masalah warganya yang terkurung itu. "Dulu sudah ditembok dan dibongkar sama ibu-ibu," kata Mulyadi.
Sudah beberapa bulan terakhir, jalan ditutup membuat warga seperti terkurung di kampung sendiri. Pedagang harus menggotong dagangannya melewati pintu setinggi dua meter, anak-anak sekolah, ibu-ibu mau belanja harus naik pintu pagar, orang sakit bahkan harus digotong melewati pintu besi itu untuk berobat.