TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian RI akan mengkaji penerapan pasal pembunuhan dalam kasus minuman keras atau miras oplosan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menuturkan hal tersebut masih dalam tahap kajian.
"Ini kan konstruksi pasalnya baru Undang-Undang Pangan dan Undang-Undang Kesehatan. Tidak menutup kemungkinan, kami akan konstruksikan pasal pada perencanaan pembunuhan," ujarnya di kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, Rabu, 11 April 2018, terkait dengan kasus miras oplosan.
Para pelaku dinilai sebagai perencana karena meracik miras oplosan yang mengakibatkan tewasnya 82 orang di berbagai daerah. Pengkajian pasal pembunuhan tersebut akan dilakukan bersama sistem peradilan dan kejaksaan terkait. Ancamanya pun bisa seumur hidup.
Baca: Mabes Polri Sikat Miras Oplosan Sebelum Masuki Bulan Puasa
Sejumlah pelaku sudah ditahan terkait dengan kasus miras ini. Di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sudah ada tujuh tersangka yang ditangkap. "Ini pendistribusi, peracik, ada yang penjual juga," ucap Iqbal.
Polri akan melakukan pengawasan dan mengincar pihak-pihak yang memperdagangkan miras secara ilegal. Sebab, dari 82 korban meninggal di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan Jawa Barat, kebanyakan disebabkan racikan yang dilakukan secara rumahan. Polri pun berjanji akan mengupayakan menuntaskan kasus miras oplosan ini.
Menurut Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Syafruddin, fenomena maraknya miras oplosan di masyarakat merupakan kejahatan konvensional. Namun, kata dia, cara para pelaku meracik miras oplosan ini termasuk baru.
"Karena ini kejahatan lama tapi metode baru, lama beredar, eksperimen sana-sini, uji coba, tapi metode baru dengan sangat merugikan, mengganggu tata kehidupan masyarakat," tuturnya.
Iqbal menjelaskan, metode baru tersebut lebih fokus pada cara meracik miras oplosan tersebut. "Mereka masak ada (yang mencampur) pakai alkohol, metanol, spiritus, Autan? Mereka enggak tahu efek kimia berbahaya yang timbul," katanya.